Kamis 20 Nov 2025 14:58 WIB

Perbedaan Syarat-Syarat Penahanan Antara KUHAP Lama dan Baru

Komisi III DPR menyebut upaya paksa oleh aparat diperketat di KUHAP baru.

Rep: Rizky Suryarandika, Muhyiddin/ Red: Andri Saubani
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kedua kiri) menyerahkan berkas pendapat akhir kepada Ketua DPR Puan Maharani (kanan) yang disaksikan oleh Wakil Ketua DPR Adies Kadir (kedua kanan) dan Saan Mustopa (kiri) pada Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Dalam rapat tersebut DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang.
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kedua kiri) menyerahkan berkas pendapat akhir kepada Ketua DPR Puan Maharani (kanan) yang disaksikan oleh Wakil Ketua DPR Adies Kadir (kedua kanan) dan Saan Mustopa (kiri) pada Rapat Paripurna ke-8 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Dalam rapat tersebut DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI pada Selasa (18/11/2025) telah mengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidaha (KUHAP) menjadi undang-undang. Dalam KUHAP yang baru, syarat penahanan diperketat dengan ketentuan-ketentuan yang lebih objektif, dibandingkan KUHAP lama.

Dalam KUHAP baru yang diakses melalui situs resmi DPR RI di Jakarta pada Kamis (20/11/2025), pengaturan penahanan tertuang dalam Pasal 99-111 yang menjadi Bagian Keempat dalam UU tersebut.

Baca Juga

Dalam KUHAP lama, atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP pada Pasal 21 ayat 1, penahanan didasari atas adanya perintah penahanan terhadap seorang tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup, dan adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak alat bukti, atau mengulangi tindak pidana.

Komisi III DPR RI yang membahas hal itu, menilai kata "kekhawatiran" cenderung subjektif dan memiliki arti yang luas. Oleh karena itu, bab soal penahanan disusun agar persyaratannya dibuat seobjektif mungkin.

Dalam KUHAP baru, bab soal penahanan menghilangkan frasa-frasa subjektif seperti "alat bukti yang cukup", "diduga keras", dan "kekhawatiran".

Dalam Pasal 100 ayat 5 KUHAP baru, penahanan harus didasari oleh adanya dua alat bukti yang sah. Hal itu pun hanya bisa dilakukan jika tersangka atau terdakwa melakukan perbuatan tertentu, yang diatur dalam poin-poin turunannya.

Poin-poin tersebut, yakni; a. mengabaikan panggilan Penyidik sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; b. memberikan informasi tidak sesuai fakta pada saat pemeriksaan; c. menghambat proses pemeriksaan; d. berupaya melarikan diri; e. berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti; f. melakukan ulang tindak pidana; g. terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan Tersangka atau Terdakwa; dan/atau h. mempengaruhi saksi untuk tidak mengatakan kejadian sebenarnya.

Namun, KUHAP lama maupun KUHAP baru tetap menetapkan bahwa seorang tersangka atau terdakwa yang dapat ditahan, hanyalah orang yang melakukan tindak pidana, percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana, yang tindakannya diancam dengan pidana penjara lima tahun. Selain itu, ada juga jenis-jenis tindak pidana tertentu lainnya yang membuat seorang tersangka maupun terdakwa bisa ditahan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement