REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa sebagian wilayah Indonesia telah memasuki periode puncak musim hujan. Periode itu diprediksi akan berlangsung hingga Februari 2026.
Direktur Tata Kelola Modifikasi Cuaca BMKG Budi Harsoyo mengatakan, pihaknya siap melakukan modifikasi cuaca di daerah untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi akibat curah hujan tinggi. Namun, pelaksanaan modifikasi cuaca tidak bisa dilakukan jika tak ada permintaan dari pemerintah daerah.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
"Jadi kalaupun memang saat ini BMKG sudah menyampaikan peringatan dini, tetapi tidak ada responsif dari pihak pemerintah daerah untuk meminta bantuan pelaksana modifikasi cuaca kepada pemerintah pusat melalui BNPB, tidak bisa dilakukan," kata dia saat konferensi pers secara daring, Sabtu (1/11/2025).
Ia menambahkan, pemerintah daerah umumnya baru meminta pelaksanaan modifikasi cuaca ketika peristiwa bencana telah terjadi di wilayah mereka. Alhasil, pelaksanaan modifikasi cuaca sedikit terlambat dilakukan.
Budi menilai, pelaksanaan operasi modifikasi cuaca sangat mungkin untuk mencegah terjadinya bencana hidrometeorologi. Hal itu telah dibuktikan ketika periode libur menjelang Lebaran beberapa bulan lalu.
Menurut dia, ketika itu pemerintah pusat sudah menginstruksikan kepada BNPB dan BMKG untuk mengantisipasi arus mudik yang berpotensi terjadi cuaca ekstrim. Pasalnya, ketika itu terdapat dua siklon tropis aktif, yaitu Courtney dan Dianne.
Walhasil, BMKG bersurat kepada beberapa pemerintah provinsi di wilayah yang bakal terdampak. Namun, hanya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) yang merespons surat peringatan dini itu.
"Kemudian apa yang terjadi? Karena pada saat itu pelaksanaan hanya dilaksanakan di Jawa Barat, maka hujan di wilayah Jawa Barat pada saat periode arus mudik lebaran saat itu, ini mampu kami eliminir di wilayah perairan selatan Jawa,"
Sementara itu, wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, terus dilanda hujan dengan intensitas tinggi. Bahkan, hujan di wilayah-wilayah itu menyebabkan bencana banjir yang merendam permukiman warga.
"Ini apa artinya? Bahwa prediksi dari kawan-kawan tidak meleset, dan itu perbedaannya karena di Jawa Barat sudah dilakukan mitigasi dengan operasi modifikasi cuaca, sehingga kerugiannya bisa dikurangi," ujar Budi.
Karena itu, ia mengingatkan pemerintah daerah untuk selalu responsif terhadap peringatan dini yang sudah disampaikan oleh BMKG. Pemerintah daerah disebut dapat mengajukan permintaan kepada pemerintah pusat untuk melakukan modifikasi cuaca demi mengantisipasi bencana.
"Kalau memang perlu upaya mitigasi, maka bersurat kepada pemerintah pusat melalui BNPB dan juga ditembuskan ke BMKG, sehingga kita bisa mengantisipasi dengan modifikasi cuaca," kata dia.
Ia juga menyoroti kebiasan pemerintah daerah yang baru melakukan permintaan modifikasi cuaca ketika sudah terjadi bencana. Kebiasaan itu dinilai tidak efektif dan dampaknya kurang masif.
"Jadi memang biasanya pemerintah daerah selalu melaksanakan operasi modifikasi cuaca kalau sudah kejadian dulu nih. Ini yang ingin kita perbaiki pelan-pelan," ujar Budi.