REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih terus terjadi hingga hari ini. Diperkirakan, siswa yang terdampak akibat keracunan program prioritas Presiden Prabowo Subianto itu telah mencapai ribuan orang.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, maraknya kasus keracunan MBG adalah kesalahan dapur satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Menurut dia, kesalahan layanan itu dapat dituntut ganti kerugian kepada negara berupa perbaika, pemulihan kesehatan, hingga kompensasi tertentu.
"Ganti kerugian korban oleh pemerintah tunduk pada KUH Perdata Pasal 1365," kata dia melalui keterangannya, Kamis (2/10/2025).
Dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Ia menilai, tuntutan yang dapat diajukan oleh korban atau pihak yang dirugikan terkait MBG meliputi dua bagian. Pertama adalah menuntut kerugian materiil, yang nyata-nyata diderita. Kedua menuntut kerugian immateriil, yaitu kerugian harapan.
"Ganti kerugian yang diharapkan oleh korban keracunan MBG tidak terbatasi pada mengobati dan pemulihan kesehatan, melainkan diusulkan memperoleh kompensasi dalam wujud lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Retno.
Ia menambahkan, pemerintah juga tidak hanya cukup menerapkan hukuman atau sanksi kepada SPPG yang bermasalah dalam menyediakan MBG. Menurut dia, pemerintah perlu serius untuk melakukan perbaikan tata kelola pelaksanaan program MBG di lapangan.
"Persoalan substansi di dapur MBG terkait layanan, dan apabila ada kesalahan dalam pelayanan maka manajemen yang digunakan adalah perbaikan dan bukan hukuman," kata Retno.
