Rabu 01 Oct 2025 14:47 WIB

Perkapolri Baru Izinkan Anggota Pakai Senjata Api Jika Penyerang Masuk Lingkungan Polri Secara Paksa

Penggunaan senjata api dilakukan dalam tiga jenis kondisi atau situasi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Mas Alamil Huda
Personel kepolisian menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa di depan Mapolda Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025). Unjuk rasa yang menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online Affan Kurniawan oleh mobil rantis Brimob hingga tewas itu berakhir ricuh.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Personel kepolisian menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa di depan Mapolda Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025). Unjuk rasa yang menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online Affan Kurniawan oleh mobil rantis Brimob hingga tewas itu berakhir ricuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kapolri Listyo Sigit Prabowo menerbitkan peraturan baru tentang penindakan penyerangan terhadap kepolisian. Peraturan Kepala Kepolisian (Perkapolri) 4/2025 itu diundangkan mengingat aksi-aksi demonstrasi dan unjuk rasa yang berujung anarkistis belakangan yang kerap menyasar kepolisian di seluruh Tanah Air.

Dalam peraturan tersebut Polri memberikan dasar hukum penindakan dengan senjata api terhadap pelaku penyerangan. Perkapolri 4/2025 itu berjudul tentang Penindakan Aksi Penyerangan Terhadap Kepolisian RI.

Baca Juga

Jenderal Sigit mengundangkan peraturan itu pada 29 September 2025 lalu. Isinya terdapat 18 pasal. Dalam Pasal 2 aturan tersebut dijelaskan tentang lima sasaran penyerangan terhadap Polri yang dapat ditindak oleh kepolisian.

“Penindakan aksi penyerangan terhadap Polri meliputi penyerangan pada: a. Markas Kepolisian, b. Ksatrian, c. Asrama/Rumah Dinas Polri, d. Satuan Pendidikan dan, e. Rumah Sakit Polri/Klinik/Fasilitas Kesehatan,” begitu dalam pasal tersebut.

Dalam Pasal 3 disebutkan tiga objek penyerangan yang dimaksud dalam Pasal 2. “Penyerangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan dengan sasaran: a. Personel, b. Materiil dan, c. Gedung.”

Dalam Pasal 4 ayat (1) Perkapolri itu juga merumuskan tentang tujuh macam personel Polri yang dimaksud dalam Pasal 3 tersebut. Di antaranya, anggota Polri, pegawai negeri sipil (PNS) Polri, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.

Dalam Pasal 4 huruf d, juga disebutkan keluarga Polri dan tahanan Polri, serta tamu Polri, dan orang lain dalam perlindungan Polri yang termasuk dalam definisi penyerangan terhadap personel Polri yang diatur dalam Pasal 3 huruf a tersebut. Dalam Pasal 4 ayat (2), defenisi tentang materiil yang diatur pada Pasal 2 huruf b, adalah:

a. persenjataan dan amunisi,

b. alat peralatan keamanan/alat material khusus,

c. kendaraan,

d. peralatan/perlengkapan kantor dan,

e. dokumen.

Dan yang dimaksud sebagai gedung dalam Pasal 3 huruf c, penjelasannya pada Pasal 4 ayat (3) yang meliputi:

a. pos penjagaan/gerbang,

b. gedung perkantoran,

c. gedung persenjataan,

d. gedung logistik,

e. sarana prasarana perkantoran,

f. ruang tahanan dan,

g. fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Pada Pasal 5 Perkapolri itu mengatur soal penindakan, dan jenis-jenis penindakan yang dilakukan kepolisian. Pasal 6 disebutkan lima jenis penindakan yang akan dilakukan kepolisian untuk menghadapi situasi penyerangan.

“Meliputi: a. Peringatan, b. Penangkapan, c. pemeriksaan/penggeledahan, d. pengamanan barang/benda yang digunakan untuk melakukan aksi penyerangan dan atau, e. penggunaan senjata api secara tegas dan terukur,” begitu bunyi dalam Pasal 6.

Dalam Pasal 11 Perkapolri 4/2025 itu dijelaskan tentang penggunaan senjata api yang dilakukan aparat kepolisian dalam mengambil tindakan atas aksi-aksi penyerangan tersebut. Disebutkan dalam Pasal 11 itu, penggunaan senjata api dilakukan dalam tiga jenis kondisi atau situasi.

Kondisi situasi pertama, jika penyerangan memasuki lingkungan Polri dengan cara paksa.  Kedua jika penyerang melakukan tindak pidana lain. Dan ketiga penggunaan senjata api dilakukan jika penyerang tersebut dengan melakukan sesuatu yang dapat mengancam jiwa anggota kepolisian ataupun orang lain.

“Penggunaan senjata api sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal huruf e dilakukan dalam kondisi: a. penyerang memasuki lingkungan Polri secara paksa. b. penyerang melakukan: pembakaran, perusakan, pencurian, perampasan, penjarahan, penyanderaan, penganiayaan dan atau pengeroyokan, dan penyerang melakukan penyerangan yang dapat mengancam jiwa petugas Polri dan atau orang lain,” begitu bunyi Pasal 11 tersebut.

Terkait dengan penggunaan senjata api oleh kepolisian untuk menghadapi penyerangan itu juga diatur tentang amunisi. Dalam Pasal 12 tindakan dengan senjata api oleh kepolisian dalam menghadapi penyerangan dibolehkan untuk menggunakan amunisi tajam ataupun karet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement