Rabu 24 Sep 2025 17:22 WIB

KPK Ungkap Penyebab Jual-Beli Kuota Haji Khusus Sesama Biro Travel

Ketiadaan sertifikat PIHK menjadi faktor.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Foto: Republika.co.id
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, praktik jual beli kuota haji khusus di antara sesama biro perjalanan haji dapat terjadi. Hal itu lantaran ketiadaan sertifikat penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).

"Ada biro perjalanan haji ini mendapatkan kuota haji khusus dari biro perjalanan yang lain karena beberapa belum punya izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus. Ada juga yang seperti itu," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Oleh karena itu, lanjut Budi, KPK mendalami proses penjualan kuota haji tersebut dalam penyidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) 2023–2024. Selain itu, lembaga anti-rasuah tersebut masih mendalami jamaah haji khusus yang dapat berangkat di tahun pembayaran.

"Nah, itu juga kami dalami kaitannya seperti apa, sehingga kemudian membuat para calon-calon jamaah yang baru ini tanpa perlu mengantre atau T0, bisa langsung berangkat haji," katanya.

Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag RI periode 2023–2024. Itu dimulai sejak 9 Agustus 2025.

Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan mantan menteri agama (menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas, pada 7 Agustus 2025.

Saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut, yakni mencapai lebih dari Rp1 triliun. Pihaknya juga mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Di antara mereka ialah Yaqut Cholil Qoumas.

Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.

Poin utama yang disorot Pansus adalah pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi sebanyak 20 ribu kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Saat itu, Kemenag RI membagi kuota tambahan sebagai berikut: sebanyak 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu sisanya untuk haji khusus.

Hal itu ternyata tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Beleid ini mengatur, kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement