REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons soal peluang kembali memanggil petinggi GP Ansor dalam perkara penyelenggaraan dan pembagian kuota haji tambahan di Kementerian Agama (Kemenag). Perkara ini terjadi saat mantan ketua umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menjabat menag.
"Sejauh ini pemanggilannya adalah kepada pihak-pihak yang memang diduga mengetahui konstruksi perkaranya," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Rabu (17/9/2025).
Penyidik KPK beberapa waktu lalu telah memeriksa Wasekjen Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Syarif Hamzah Asyathry. Dia diduga mengetahui kasus kuota haji di Kementerian Agama 2023-2024. KPK menjamin tak akan membeda-bedakan saksi yang mengetahui perkara ini. Sehingga siapapun terbuka peluang untuk diperiksa sesuai kebutuhan penyidik KPK.
"Jadi nanti pihak-pihak siapa pun ya tidak dibatasi. Artinya, penyidik memandang, menduga bahwa misalnya yang bersangkutan mengetahui dan memang keterangannya dibutuhkan, maka nanti bisa dilakukan pemanggilan untuk diminta yang keterangan," ujar Budi.
KPK menekankan pemanggilan saksi dilakukan guna membuka tabir gelap sebuah perkara. "Saksi-saksi yang dipanggil dalam setiap perkara, termasuk dalam perkara kuota haji ini, adalah untuk membantu proses penyidikan karena setiap informasi dan keterangannya dibutuhkan oleh penyidik untuk membuka lebih terang lagi dari konstruksi perkara kuota haji ini," ujar Budi.
Tercatat, Wasekjen GP Ansor Syarif Hamzah Asyathry sudah digali keterangannya oleh KPK. Syarif dikonfirmasi terkait dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) yang disita dari rumah Yaqut.
"Sejauh ini dugaan alirannya adalah ke pihak-pihak di lingkungan Kementerian Agama, sehingga pemeriksaan kepada yang bersangkutan adalah atas pengetahuan atau yang diketahuinya terkait dengan konstruksi perkara ini, khususnya terkait dengan dugaan aliran uang tersebut. Jadi keterkaitannya dengan individu," ujar Budi.