REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat MQ Iswara menyampaikan komitmen terkait tunjangan perumahan untuk dievaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Komitmen ini merupakan kesepakatan seluruh fraksi DPRD untuk disampaikan kepada Pemerintah Pusat.
"Hari ini saya mewakili DPRD Provinsi Jawa Barat sesuai dengan hasil rapim menyampaikan kesiapan DPRD Jawa Barat terkait dengan tunjangan perumahan yang selama ini kami terima untuk dievaluasi Kemendagri," kata Iswara, Rabu (10/9). Komitmen ini muncul hanya sehari setelah Mendagri Tito Karnavian mengimbau seluruh DPRD mengevaluasi tunjangan yang dia sampaikan di Jakarta pada Selasa (9/9/2025).
Iswara mengatakan, Jabar menjadi provinsi pertama memberikan hasil evaluasi yang sudah dibahas dalam rapat pimpinan (rapim) DPRD Jawa Barat ke Kemendagri. "Kemendagri akan langsung menindaklanjuti, dan ternyata tidak hanya Jawa Barat, sesuai arahan Mendagri, seluruh DPRD provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia tunjangan perumahannya akan dievaluasi," kata Iswara.
DPRD Jabar bukan yang terbesar
Sebelum adanya komitmen untuk dievaluasi, tunjangan rumah yang diterima anggota DPRD Jawa Barat mencapai Rp 71 Juta. Jumlah itu lebih rendah bila dibandingkan tunjangan rumah anggota DPRD berikut ini:
Pertama, Jawa Tengah. Berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jateng Nomor 100.3.3.1/51 Tahun 2025 tentang Besaran Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Transportasi Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jateng, tunjangan perumahan per bulan bagi Ketua DPRD Provinsi Jateng mencapai Rp79.630.000. Sementara Wakil Ketua DPRD Provinsi Jateng memperoleh Rp72.310.000. Sedangkan anggota DPRD Provinsi Jateng mendapat Rp47.770.000.
Kedua, DKI Jakarta. Tunjangan perumahan bagi pimpinan DPRD DKI ditetapkan Rp78,8 juta per bulan termasuk pajak. Sementara bagi anggota DPRD DKI, tunjangan perumahan yang diberikan sebesar Rp70,4 juta per bulan.
Menyesuaikan dengan anggaran
Tunjangan rumah anggota dewan adalah kompensasi bulanan yang diberikan kepada anggota legislatif baik DPR RI maupun DPRD provinsi/kabupaten sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang tidak disediakan oleh negara. Besaran tunjangan ini ditentukan oleh peraturan pemerintah daerah masing-masing dan dapat berbeda-beda tergantung kemampuan fiskal daerah serta jabatan anggota dewan.
Sebelumnya, Tito Karnavian meminta kepala daerah bersama DPRD mengevaluasi tunjangan perumahan bagi anggota dewan. Permintaan itu muncul lantaran polemik tunjangan DPRD di berbagai daerah yang dianggap terlalu besar hingga masyarakat pun protes. “Saya menyarankan kepada kepala daerah dan DPRD berkomunikasi dengan mereka untuk melakukan evaluasi,” kata Tito kepada wartawan di Kantor Kementerian Kesehatan, Selasa (9/9/2025).
Tunjangan perumahan adalah fasilitas dalam bentuk uang yang diberikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bila pemerintah daerah tidak menyediakan rumah dinas.
Landasan hukumnya ada di UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Besarnya berbeda-beda tiap daerah, karena ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (Pergub/Perbup/Perwali) sesuai kemampuan APBD.
Umumnya tunjangan ini mencakup biaya sewa rumah layak huni plus pemeliharaan. Besaran dihitung berdasarkan harga sewa rumah layak di daerah tersebut, kelas jabatan (Ketua DPRD, Wakil Ketua, Anggota), dan kondisi ekonomi daerah (APBD).
DPRD Jateng baru akan evaluasi
Ketua DPRD Jawa Tengah Sumanto menyebut kebijakan tentang tunjangan perumahan untuk anggota DPRD di provinsi itu akan segera dievaluasi. "DPRD mendukung sepenuhnya arahan dan kebijakan dari Presiden Prabowo Subianto," kata Sumanto dalam siaran pers di Semarang pada Selasa (9/9/2025)
Langkah yang tepat
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menilai langkah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang mengarahkan seluruh kepala daerah di Indonesia untuk mengevaluasi tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di wilayah masing-masing, sebagai sebuah jawaban terhadap keresahan dan aspirasi publik.
Fernando menilai kebijakan ini merupakan upaya konkret untuk menjawab keresahan publik, khususnya terkait besarnya tunjangan penyelenggara negara yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah saat ini.
"Arahan Mendagri Tito Karnavian harus segera ditindaklanjuti oleh para kepala daerah. Ini merupakan respons atas kemarahan publik yang sempat memuncak akibat tingginya tunjangan DPR," kata Fernando dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Fernando juga mengatakan hal itu sebagai langkah yang tepat untuk mendorong kepala daerah dan DPRD lebih peka terhadap aspirasi publik, terutama di tengah sorotan tajam masyarakat terhadap kinerja penyelenggara negara.