Ahad 24 Aug 2025 10:38 WIB

Kredit Karbon di Eropa: Solusi atau Penipuan Berkedok Iklim?

Eropa tengah dibanjiri proyek kredit karbon sukarela dengan klaim bisa mengimbangi pemborosan emisi. Celakanya, tidak semua skema benar-benar menepati janji, dengan dampak fatal terhadap lingkungan.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Andras Kralla/Aripaev
Andras Kralla/Aripaev

Selama bertahun-tahun, ornitolog Estonia Leho Luigujoe mengamati kawanan burung-burung di tengah kesunyian lahan basah di dekat Danau Vortsjarv. Namun belakangan dia menyaksikan perubahan drastis pada lanskap berumput yang dulu sangat dia kenal.

Padang rumput lentur yang pernah menjadi benteng terakhir burung betet besar yang langka, telah hilang. Burung betet besar dikenali lewat paruh panjang dan nyanyian kawinnya yang khas. Di sana, kini berjajar rapi pohon birch dan cemara, ditanam dalam garis lurus di atas rawa. Padang rumput berawa yang dulu hidup kini perlahan berubah menjadi hutan. Burung-burung pun terdiam.

Ketika Luigujoe mencoba memahami apa yang terjadi, jawaban yang didapatnya adalah sebuah ironi. Pohon-pohon itu ternyata ditanam sebagai bagian dari proyek kredit karbon, dirancang untuk membantu melawan perubahan iklim dengan mengimbangi emisi bahan bakar fosil yang dilepaskan ke atmosfer.

Bagaimana skema kredit karbon?

Prinsipnya begini: untuk setiap ton CO2 yang dilepaskan, setiap perusahaan bisa membeli kredit penghapusan yang membiayai proyek pengurangan gas rumah kaca (GSG) dalam jumlah yang sama di tempat lain — misalnya dengan mengubah limbah organik menjadi biochar atau menggunakan teknologi penyerapan langsung gas rumah kaca

Harga kredit semacam itu berkisar antara sekitar 100 dolar AS hingga lebih dari 1.000 dolar, bahkan bisa lebih.

Pilihan yang lebih murah adalah kredit yang mencegah emisi lebih lanjut, misalnya dengan melindungi hutan agar tidak ditebang. Kredit ini biasanya dihargai antara 5–10 dolar AS per ton GSG.

Ada dua jenis pasar karbon utama: wajib dan sukarela. Sistem Perdagangan Emisi Uni Eropa (ETS), misalnya, bersifat wajib, secara hukum membatasi emisi di sektor energi, semen, baja, dan penerbangan. Tujuannya mengurangi emisi industri secara bertahap di Eropa.

Sementara itu, pasar sukarela memungkinkan perusahaan membeli kredit demi pencitraan, atau untuk memenuhi tolok ukur tata kelola Lingkungan, Sosial dan Pemerintahan (ESG), yang bisa membantu mengakses pembiayaan hijau atau subsidi.

Jika ETS diawasi ketat dan diaudit, pasar sukarela beroperasi jauh lebih longgar. Menurut platform riset nirlaba Ecosystem Marketplace, nilainya mencapai 2 miliar dolar pada 2023, tapi nyaris tanpa aturan global maupun pengawasan universal.

Siim Kuresoo dari FERN, sebuah LSM kebijakan hutan di Brussel dan Inggris, mengatakan pasar karbon sukarela memperlakukan hutan layaknya angka di atas kertas. "Kompensasi berbasis hutan berfungsi sebagai kartu ‘bebas penjara' ala Monopoli bagi perusahaan yang enggan mengurangi emisinya sendiri.”

Nerijus Zableckis, pimpinan LSM Lithuania Foundation for Peatlands Restoration and Conservation, menyebut hal paling "mengkhawatirkan” di negaranya adalah "nama-nama orang yang masuk ke sistem kredit karbon.” Ia menilai banyak di antaranya adalah "spekulan dan penipu.”

Perlu regulasi lebih ketat

Jonathan Crook, pakar kebijakan pasar karbon global di organisasi nirlaba Carbon Market Watch, mengatakan, pasar sukarela mencakup baik pihak yang beritikad baik, maupun yang memanfaatkan lemahnya pengawasan demi keuntungan pribadi.

"Kami telah mendokumentasikan banyak sekali kasus yang tidak berjalan baik,” katanya. "Dan dalam beberapa kasus, itu dilakukan sengaja oleh aktor jahat, yang sering disebut ‘Koboi Karbon'.”

Dia menilai, ada kebutuhan mendesak untuk perlindungan yang lebih jelas, dan aturan pemerintah yang lebih ketat guna mengawasi penggunaan kredit karbon.

"Sering kali perusahaan menggunakan kredit hanya untuk mengklaim netralitas karbon, tanpa benar-benar mengurangi emisinya,” ujarnya. "Dan itulah masalah sebenarnya.”

Sebuah meta-studi pada 2023 yang diterbitkan di Nature Communications menemukan kurang dari 16% kredit karbon yang diterbitkan benar-benar menghasilkan pengurangan emisi — menimbulkan keraguan besar atas sebagian besar pasar sukarela.

Pemain baru, pelajaran lama

Namun tidak semua proyek karbon bermasalah. Pada 2022, pengusaha di Estonia mendirikan Arbonics untuk menutup celah dan jalan pintas di pasar. Gagasannya adalah mendukung pemilik lahan yang ingin masuk pasar kredit karbon, dengan memastikan proyek mereka memenuhi standar ilmiah yang ketat.

Dengan data satelit dan filter lingkungan, setiap lokasi diseleksi sebelum penanaman. Wilayah seperti lahan basah atau hutan yang sudah ada otomatis dikecualikan. Sistem mereka juga menandai lokasi Danau Vortsjarv sebagai tak layak. "Hanya proyek berkualitas tinggi yang akan bertahan dalam jangka panjang,” kata Kristjan Lepik, salah satu pendiri.

Bukan hanya pemain baru yang mengubah arah. Beberapa pembeli korporasi besar juga menyesuaikan strategi — salah satunya Microsoft.

Langkah koreksi Microsoft

Setelah menghadapi kritik keras pada 2022, Microsoft mengakui banyak pembelian kredit karbon yang terbukti nihil. "Kami membangun portofolio dengan kurangnya keyakinan sempurna,” tulisnya, terkait berapa lama karbon akan tersimpan dan seberapa jelas bisa diukur.

Dalam laporan Carbon Removal: Lessons from an Early Corporate Purchase, Microsoft mengakui meremehkan pentingnya verifikasi janji penyimpanan karbon proyek-proyek yang didukungnya. "Pasar ini kekurangan standar akuntansi karbon yang jelas,” tambah laporan itu, sesuatu yang mendorong Microsoft mencari proyek dengan manfaat iklim lebih andal dan tahan lama.

Sejak 2021, raksasa teknologi itu membeli kredit dari Carbofex, perusahaan Finlandia yang memanaskan limbah organik dalam lingkungan rendah oksigen untuk menghasilkan biochar. Material ini bisa menyimpan karbon di tanah selama berabad-abad.

Kredit ini disertifikasi oleh Puro.Earth, sebuah registri yang mengklaim hanya mengaudit proyek penghapusan karbon berbasis sains jangka panjang. Harganya berkisar 100–200 dolar per ton — jauh lebih mahal ketimbang kompensasi konvensional, tapi dengan potensi manfaat yang lebih permanen bagi iklim.

Jalan ke depan

Pada awal 2024, anggota parlemen Uni Eropa menyetujui kerangka baru untuk sertifikasi penghapusan karbon, dengan fokus pada dasar ilmiah yang kuat, verifikasi independen, dan definisi yang lebih jelas. Tujuannya untuk menghapus praktik greenwashing dan mendukung proyek yang benar-benar menyimpan karbon — dan mempertahankannya.

Sementara itu, di Estonia, otoritas lingkungan turun tangan memerintahkan perusahaan mencabut semua 120.000 bibit pohon, dan mengembalikan lahan ke kondisi semula.

Padang rumput terbuka akan kembali hadir, memberi ruang bagi great snipe untuk mengepakkan sayap saat senja dan menari lagi di bawah langit belahan Bumi utara yang luas.

Dengan tambahan laporan dari Kristel Harma, Marta Frigerio, dan Migle Kranceviciute.

Laporan ini diproduksi sebagai bagian dari investigasi lintas negara "Cashing In on Future: Carbon Credit Market's Footprint in Europe,” didukung Journalismfund Europe dan dilakukan bersama Siena, Äripäev, dan DW.

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan,

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement