REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dafri Agussalim berpandangan pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam memutuskan permohonan kewarganegaraan kembali dari Satriya Kumbara, eks Marinir TNI AL yang menjadi tentara relawan Rusia. Penerimaan kewarganegaraan kembali akan jadi sorotan internasional.
"Kalau kita begitu saja menerima dia kembali, itu akan menimbulkan spekulasi yang luas di dunia internasional. Negara-negara lain bisa bertanya-tanya, jangan-jangan ini bagian dari strategi Indonesia, atau menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia lemah, atau apalah," ujar Dafri saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, langkah pemerintah tidak bisa hanya mempertimbangkan aspek hukum administratif, tetapi juga harus melibatkan pertimbangan diplomatik dan keamanan nasional.
"Saya kira ini harus melibatkan banyak pihak bukan hanya Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga Kementerian Pertahanan, Imigrasi, bahkan intelijen. Harus jelas statusnya apa, apakah dia masih di negara lain atau sudah menjadi warga negara lain," kata dia.
Ia juga menilai perlu ada evaluasi terhadap bagaimana Satriya Kumbara bisa lolos hingga menjadi tentara bayaran di Rusia. "Itu pertanyaan penting, dan itu kan seharusnya tanggung jawab negara," ucapnya.
Prof Dafri menyebut bahwa secara hukum pemerintah bisa saja menolak permohonan tersebut, akan tetapi perlu dilakukan dengan cara yang bijak.
"Kalau kita menolak, ya bisa saja. Tapi harus dilakukan dengan cara yang elegan. Dari sisi hukum boleh menolak, tapi dari sisi HAM, itu lain lagi ceritanya. Ini dilema bagi kita," ujar Dafri.
View this post on Instagram