REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik saat ini. Survei Indikator Politik Indonesia (IPI) bahkan mengatakan kepercayaan publik terhadap Korps Adhyaksa melebar ke semua kelompok umur yang memiliki hak suara politik. Namun publik dikatakan dalam survei yang sama, masih ragu-ragu untuk percaya penuntasan kasus per kasus korupsi kakap yang saat ini masif terungkap oleh peran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi menerangkan, dalam survei ‘Tingkat Kepercayaan Publik atas Kinerja Lembaga-lembaga Negara dan Pemberantasan Korupsi’ yang dilakukan timnya merekam reputasi Kejagung yang saat ini teratas sebagai penegak hukum yang paling dipercaya publik. Dengan tingkat kepercayaan publik 76 persen, yang terdiri dari klaster sangat percaya 13,1 persen, dan 62 persen cukup percaya. Hanya 14,3 persen yang tidak percaya, dan 1,3 persen menyatakan tidak percaya sama sekali.
“Perlu diingat, bahwa angka ini adalah public trust (kepercayaan publik) bukan approval rating (kepuasan publik). Public trust itu artinya, trust terhadap institusinya. Bukan kinerja orang per orang,” kata Burhanuddin saat menyampaikan hasil survei IPI, di Jakarta, Selasa (27/5/2025). Tingkat kepercayaan publik terhadap Kejagung tersebut, mengangkangi penilaian serupa terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Polri, maupun Pengadilan, serta Mahkamah Agung (MA) sebagai sesama lembaga penegak hukum.
“Ini (tingkat kepercayaan tertinggi terhadap Kejagung) bukan berita yang baru, sudah tiga atau empat tahun terakhir ini, Kejaksaan Agung memang cukup menggebrak, dan melewati KPK, yang dulu konsisten sebagai salah-satu lembaga penegak hukum yang paling dipercaya oleh publik. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, KPK sudah tidak lagi menempati sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya publik,” kata Burhanuddin. Kejagung memang bukan sebagai lembaga negara yang paling dipercaya publik. Tetapi sebagai lembaga penegak hukum yang berturut-turut mendapat angka tertinggi dalam hal kepercayaan publik tersebut dinilai sebagai arah yang optimistis dalam perbaikan hukum di Indonesia.
Survei IPI mengatakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih sebagai lembaga dengan tingkat kepercayaan tertinggi. Yaitu dengan rating 22,9 persen sangat percaya, dan 61,8 persen cukup percaya, hanya 3 persen yang tak percaya dengan TNI. Di peringkat kedua, ada Presiden dengan reputasi kepercayaan publik 17,3 persen sangat percaya, dan 65,4 persen cukup percaya. “Dan di peringkat ketiga itu, ada Kejaksaan Agung total ada 76 persen yang percaya, dan 14,3 persen tidak percaya, hanya 1,3 persen tidak percaya sama sekali,” kata Burhanuddin.
Di bawah Kejagung, ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang memiliki angka kepercayaan publik 75 persen, menyusul Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di angka 74 persen. Namun kata Burhanuddin, tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap lembaga negara seperti DPD, maupun MPR ini diyakini bukan karena terkait dengan dengan kinerja, ataupun kebijakan. Melainkan kata Burhanuddin karena minimnya masalah-masalah, ataupun kasus-kasus hukum yang melibatkan dua lembaga tinggi negara tersebut. Selanjutnya ada Mahkamah Agung dan Pengadilan.
MA dan Pengadilan sementara ini, kata Burhanuddin mengalami penurunan tingkat kepercayaan publik. Pada survei kali ini, kata Burhanuddin MA memiliki basis kepercayaan publik sekitar 73,1 persen. Menyusul Pengadilan sekitar 73 persen. “Pengadilan mengalami penurunan kepercayaan publik. Sebelum ini pengadilan cukup lumayan tinggi. Tetapi belakangan trust public terhadap pengadilan menurun karena ada kaitannya dengan pengungkapan kasus-kasus besar yang melibatkan hakim-hakim. Termasuk di Mahkamah Agung. Dan biasanya MA ini di peringkat ke-4 dalam kepercayaan publik,” kata Burhanuddin.
“Tetapi mungkin karena ada kasus-kasus yang melibatkan oknumnya di MA, membuat MA disalip oleh DPD, dan MPR. DPD dan MPR memang gebrakannya kurang. Tetapi mungkin karena tidak ada terkait dengan kasus-kasus hukum, karenanya membuat persepsi publik menjadi berubah ke arah positif,” sambung Burhanuddin. Adapun KPK saat ini, tingkat kepercayaan publik terus tergerus di angka 12,7 persen yang masih sangat percaya, dan 59,9 persen merasa masih percaya, dengan tingkat ketidakpercayaan publik di angka besar 20 persen.
Adapun Polri, memiliki angka 13,3 persen sangat dipercaya, dan 59,9 persen dipercaya publik, dan tingkat ketidakpercayaan publik di angka 19,7 persen. Dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Partai Politik (Parpol) menjadi lembaga negara, dan sarana demokrasi yang paling buncit dalam hal kepercayaan publik. Survei IPI menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap DPR cuma sekitar 70 persen. Dan Parpol hanya 65,6 persen. Survei Indikator Politik Indonesia dilakukan pada 17 sampai 20 Mei 2025.
Survei itu melibatkan 1.286 responden dari seluruh wilayah Indonesia. “Para responden adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas, atau sudah menikah. Atau yang dibawah usia 17 tahun tetapi sudah menikah. Karena kalau sudah menikah, meskipun usianya di bawah 17, itu punya hak pilih,” kata Burhanuddin, Selasa (27/5/2025).
Kata dia, survei yang dilakukannya kali ini menggunakan metode double sampling. IPI mengumpulkan puluhan ribu responden tatap muka, lalu mengacak berdasarkan pengguna telefon, atau handphone. Dari para pengguna alat komunikasi itu, wawancara dilakukan. Dan dari jumlah responden yang diwawancarai itu, Burhanuddin mengeklaim mewakili 83 persen populasi seluruh Indonesia. Dengan metode tersebut, Burhanuddin menggaransi tingkat kepercayaan surveinya 95 persen dengan toleransi kesalahan 2,8 persen.
Kepercayaan dalam penuntasan kasus korupsi
Burhanuddin melanjutkan, terkait dengan tingkat kepercayaan publik terhadap Kejagung juga merata ke semua kelompok umur. Dari survei yang sama, disebutkan para Generasi-Z atau mereka yang lahir di antara 1997 sampai 2012 juga memiliki tingkat kepercayaan tinggi terhadap Kejagung. Dikatakan sebanyak 83,1 persen Gen-Z percaya terhadap Kejagung, ketimbang KPK, apalagi Kepolisian. Begitu juga dalam kelompok umur Millenial kelahiran 1981 sampai 1996 yang memberikan persentase kepercayaan terhadap Kejagung pada angka 76,4 persen. Dan Generasi-X para kelahiran 1965-1980 yang 72,4 persen juga percaya dengan reputasi Kejagung saat ini.
Adapun kelompok usia Baby Boomers kelahiran 1964 ke bawah, menurut survei IPI, pun masih menempatkan Kejagung sebagai lembaga penegak hukum terpercaya dengan reputasi sekitar 68,8 persen. Di kelompok umur sepuh ini yang masih besar memercayai KPK pada persentase 70,1 persen. Burhanuddin mengakui tingginya angka kepercayaan publik terhadap Kejagung selama ini tak lepas dari reputasi Jampidsus yang saat ini menjadi divisi utama dalam pemberantasan korupsi. Sejumlah korupsi-korupsi kakap yang melibatkan nama-nama besar berhasil diungkap ke publik, dan diadili, lalu dijebloskan ke sel penjara.
Akan tetapi, kata Burhanddin, reputasi gemilang Kejagung terkait pemberantasan korupsi tersebut masih gamang di masyarakat. Hal tersebut menurutnya dengan melihat survei yang dilakukan timnya terkait kinerja pemberantasan korupsi kasus per kasus yang saat ini ditangani Kejagung. Ia mencontohkan seperti dalam kasus suap mantan pejabat tinggi di MA Zarof Ricar (ZR). Menurut survei, kata Burhanuddin 63,5 persen masyarakat mengetahui tentang penanganan kasus tersebut.
Namun, kata Burhanuddin dari persentase responden yang mengetahui kasus ZR tersebut 45,9 persen di antarana tak percaya Kejagung mampu mengungkap tuntas kasus tersebut. “Dan dari semua responden hanya 42,7 persen yang percaya Kejaksaan Agung bisa mengungkap tuntas kasus ini. Dan 39,5 persen tidak percaya. Dan ini menjadi masukan buat kejaksaan, bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap penuntasan kasus sini, masih ragu-ragu atau wait and see,” ujar Burhanuddin.
Begitu juga dalam kasus korupsi di PT Pertamina. Kata Burhanuddin, 70,5 persen publik mengetahui tentang kasus yang juga dalam penanganan hukum oleh Jampidsus itu. Akan tetapi, sebanyak 36,2 persen dari responden yang mengetahui kasus tersebut tak percaya Kejagung mampu mengusut tuntas kasus korupsi tersebut. Adapun terkait dengan skandal suap hakim yang berujung pada penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), kata Burhanuddin, pun 36,4 persen responden menyatakan tak percaya Kejagung mengusut tuntas kasus tersebut.
“Kata tuntas dalam survei ini, adalah bukan yang tampak di permukaan kasus-kasusnya. Tetapi termasuk dapat mengungkap otak di belakang layarnya, aktor intelektualnya,” kata Burhanuddin.