Selasa 27 May 2025 17:17 WIB

Survei Indikator Temukan Kejaksaan Paling DIpercaya Publik

Masyarakat menunggu keseriusan kejaksaan tuntaskan kasus yang ditanganinya.

ounder dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, saat memaparkan hasil survei lembaganya secara daring.
Foto: istimewa/screen layar
ounder dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, saat memaparkan hasil survei lembaganya secara daring.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Survei Indikator Politik Indonesia menemukan Kejaksaan, masih menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik dibanding lembaga lainnya.  Kepercayaan terhadap kejaksaan akan lebih meningkat jika kasus yang ditanganinya diusut tuntas.

Dalam survei itu tingkat kepercayaan terhadap kejaksaan mencapai 76 persen. Disusul secara berturut-turut Mahkamah Agung (73,7 persen), Pengadilan (73,3 persen), Komisi Pemberantasan Korupsi (72,6 persen), dan Polri (72,2 persen).

“Dalam 3-4 tahun ini, Kejaksaan cukup menggebrak, melewati KPK yang biasanya tertinggi dalam ukuran public trust,” kata Founder dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Tingkat Kepercayaan Publik Atas Kinerja Lembaga-Lembaga Negara dan Pemberantasan Korupsi’ secara virtual, Selasa (27/5/2025). 

Survei dilakukan melalui mekanisme telepon pada periode 17-20 Mei 2025. Adapun jumlah responden sebanyak 1286 orang, dan margin error plus minus 2,8 persen.

Secara umum, TNI  masih menempati posisi teratas dengan 85,7 persen . Diikuti dengan Presiden (85,7 persen), Kejagung (76 persen), DPD (75,1 persen), MPR (74,1 persen), Mahkamah Agung (73,7 persen), Pengadilan (73,3 persen), Komisi Pemberantasan Korupsi (72,6 persen),  Polri (72,2 persen), DPR (71 persen) dan partai politik (65,6 persen).

“Pengadilan turun, karena sebelumnya pengadilan lumayan tinggi. Tapi belakangan turun, mungkin karena kasus-kasus besar yang melibatkan hakim. Termasuk Mahkamah Agung yang juga mengalami penurunan. Biasanya MA di posisi empat, tapi belakangan disalip DPD dan MPR. DPD dan MPR gebrakannya kurang, tapi mereka tidak ada kasus,” ungkap Burhanuddin.

Burhanuddin mengatakan, mayoritas masyarakat meyakini Kejaksaan mampu menuntaskan kasus-kasus besar yang sedang ditangani. Hal serupa juga terkait kasus penangkapan Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena diduga menerima suap sebesar Rp 60 miliar. Ini terkait perizinan ekspor minyak mentah kelapa sawit. 

Sementara dalam persepsi publik terhadap kasus yang ditangani Kejagung di kasus temuan uang hampir Rp.1 triliun di  Zarof Ricar. Temuan survei Indikator menyebutkan masyarakat yang tahu kasus ini baru 36 persen. “Jadi masih banyak yang belum tahu. Mungkin saking banyaknya kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum. Jadi masyarakat bingung, ini kasus yang mana,” kata Burhanuddin.

Hal yang menarik, mereka yang mengikuti kasus ini, tingkat kepercayaan terhadap Kejagung bisa mengungkap kasus ini lebih tinggi dibanding ketika ditanya ksemua respon (termasuk yang tidak tahu kasus ini).  “Masukan ke Kejaksaan tingkat kepercayaan publik terhadap kasus ini sebenarnya masih wait and see. Mungkin  masyarakat menunggu siapa yang dibawa ke pengadilan,untuk membuktikan keseriusan kejaksaan mengusut kasus ini,” kata dia.

Dalam survei, lanjutnya, juga ditemukan masyarakat khawatir kasus ini berhenti hanya di Zarof saja. “Masyarakat melihat kasus ini tidak mungkin hanya melibatkan Zarof saja. Bisa saja ada mafia besar lain yang bermain. Masyarakat menunggu penuntasan kasus ini. Jika diusut tuntas tingkat keperayaan terhadap Kejaksaan akan meningkat,” papar Burhanuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement