REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyatakan lembaganya siap dipanggil oleh Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Hal itu disampaikan Burhanudin merespons rencana pemanggilan Indikator oleh Persepsi menyangkut perbedaan hasil survei Pilgub Jawa Tengah antara Indikator dan SMRC.
"Sebagai bagian dari anggota Persepi, Indikator Politik siap dipanggil untuk diaudit oleh Dewan Etik. Indikator Politik terikat kode etik agar siap mempertanggungjawabkan datanya," kata Burhanuddin kepada Republika, Senin (18/11/2024).
Burhanuddin menegaskan Indikator tak akan mundur dari Persepsi. Indikator bakal mempertanggungjawabkan data hasil surveinya.
"Kami takkan mengundurkan diri sebelum diperiksa," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menerangkan perbedaan antara SMRC dan Indikator dalam survei di Jateng bisa dijelaskan karena perbedaan proporsi responden yang menjawab “tidak tahu/tidak jawab” (TT/TJ). Dalam survei Indikator TT/TJ mencapai 9,35 persn, sementara SMRC hanya 2,6 persen. Dalam survei SMRC, TT/TJ yang lebih rendah sepertinya cenderung mengarah ke Andika.
"Tapi secara umum survei antara Andika vs Lutffi baik dalam survei SMRC maupun Indikator masih dalam margin of error yang ditetapkan oleh kedua lembaga," ujar Burhanuddin.
Oleh karena itu, Burhanuddin menyampaikan Indikator belum dapat menyimpulkan siapa yang lebih unggul di Pilgub Jateng. "Kita sama-sama tidak bisa menyimpulkan secara konklusif siapa yang unggul. SMRC maupun Indikator kesimpulannya sama bahwa kita tidak bisa mengatakan Luthfi atau Andika yang menang di Jateng karena selisihnya too close to call," ujar Burhanuddin.
Hal ini menurut Burhanuddin berbeda jika dibandingkan dengan kasus LSI versus Poltracking dan PPI dalam survei Jakarta. Dalam kasus itu jelas terbalik dan selisih antara Ridwan Kamil vs Pramono signifikan secara statistik.
"Apapun, Indikator siap dipanggil oleh Dewan Etik," ujar Burhanuddin.