REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menekankan urgensi penguatan sistem jaminan sosial dalam forum konferensi internasional yang digelar di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Sabtu (17/5/2025).
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Prof Dr Agus Zainal Arifin, S.Kom., M.Kom pada pembukaan International Conference of Social Work and Social Sciences (ICSWSS) 2025 di Auditorium K.H Ahmad Azhar Basyir Gedung Cendekia UMJ.
Agus menegaskan, cita-cita besar bangsa Indonesia, sebagaimana disampaikan Presiden Prabowo Subianto adalah mewujudkan negara yang rakyatnya tercukupi kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
Untuk mendukung cita-cita tersebut, Kementerian Sosial (Kemensos) menetapkan sasaran kerja yang mencakup 12 kelompok penerima atensi sosial. “Pekerjaan sosial tak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus terpadu, terarah, dan berkelanjutan,’’ katanya.
Agus juga memaparkan dua program bantuan sosial utama Kemensos, aitu Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang disalurkan setiap tiga bulan kepada masyarakat melalui pendataan dari kepala daerah setempat.
Selain itu, Kemensos merancang program Sekolah Rakyat yang ditargetkan berdiri sebanyak 100 unit di seluruh Indonesia pada 2025 ini.
“Program ini ditujukan bagi masyarakat kurang mampu dan sudah mulai digagas bersama sejumlah kampus. Saya harap UMJ menjadi salah satu perguruan tinggi yang ikut berkontribusi dalam mendirikan Sekolah Rakyat ini,” tambah Agus.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kementrian Pendidikan Sains dan Teknologi Perguruan Tinggi Prof Dr Ahmad Najib Burhani, MA mengatakan, konferensi internasional ini menjadi wadah penting untuk meninjau, mengevaluasi, dan mengakui keberhasilan maupun kegagalan, serta kemajuan dan kemunduran dalam bidang pekerjaan sosial dan ilmu sosial dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Menurutnya, ini momen yang tepat untuk merefleksikan potensi, tantangan, dan tuntutan baru yang dihadapi disiplin ilmu sosial, pekerjaan sosial, serta humaniora dalam menavigasi kompleksitas agenda global tersebut.
“Sudah saatnya ilmuwan sosial Indonesia mengkritisi dan menyesuaikan pendekatan keilmuannya agar lebih relevan dengan konteks lokal, serta mampu berkontribusi secara orisinal dalam diskursus global,” tegasnya.
Ahmad berharap melalui konferensi ini terjadi pertukaran gagasan yang memperkuat peran keilmuan sosial dan humaniora Indonesia dalam menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan, sekaligus mengangkat suara dan perspektif lokal ke panggung internasional.
Konferensi Internasional ini menghadirkan 14 negara yang berasal dari Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika yang membahas isu pekerja sosial secara global. Kegiatan ini merupakan kolaborasi Asian & Pacific Islander Social Work Educators Association (APISWEA) dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ.