REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku kaget karena disebut sebagai aktor intelektual dalam kasus penyuapan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017–2022 Wahyu Setiawan. Pendapat tersebut, kata dia, dilontarkan oleh penyelidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Budi Raharjo dalam sidang pemeriksaan saksi, lantaran Hasto dinilai memberikan arahan serta melaporkan kepada Mahkamah Agung (MA) terkait kasus itu.
"Itu dianggap sebagai suatu aktor intelektual. Padahal apa yang saya lakukan terhadap proses awal adalah suatu tindakan konstitusional sebagai hak resmi dari partai politik untuk melakukan judicial review ke MA dan minta fatwa ke MA," kata Hasto saat ditemui di sela sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Oleh karena itu, menurutnya, judicial review atau peninjauan kembali yang dilakukan pihaknya kepada MA mengenai kasus pergantian antarwaktu (PAW) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beberapa tahun lalu merupakan tindakan organisatoris. Dirinya pun mencontohkan, hal itu juga berlaku ketika Arif menerima Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik), yang bukan merupakan arahan per orangan, tetapi atas nama lembaga KPK.
"Jadi bukan berarti yang mengeluarkan sprinlidik lalu dianggap sebagai aktor intelektual," ungkapnya.
Dengan demikian, Hasto menilai hal tersebut menjadi bukti bahwa sidang kasusnya merupakan persidangan perkara daur ulang yang terlalu dipaksakan.
