Jumat 09 May 2025 06:09 WIB

Alasan Dedi Mulyadi Yakin 100 Persen Program Kirim Anak Nakal ke Barak TNI akan Berhasil

Menurut Dedi, pendisiplinan di barak militer akan membentuk karakter anak.

Rep: Muhammad Noor Alfian Choir/ Red: Andri Saubani
Siswa berada di barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). Ratusan siswa SMA/SMK dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat yang memiliki perilaku khusus seperti terlibat tawuran, terafiliasi geng motor, kecanduan permainan daring (game online), mabuk dan perilaku tidak terpuji lainnya menjalani program pendidikan karakter dan kedisiplinan selama 14 hari.
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Siswa berada di barak militer saat program pendidikan karakter dan kedisiplinan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (5/5/2025). Ratusan siswa SMA/SMK dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Barat yang memiliki perilaku khusus seperti terlibat tawuran, terafiliasi geng motor, kecanduan permainan daring (game online), mabuk dan perilaku tidak terpuji lainnya menjalani program pendidikan karakter dan kedisiplinan selama 14 hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa seluruh siswa yang mengikuti program pembinaan di barak militer telah mendapat izin dan persetujuan dari orang tua masing-masing. Dengan restu tersebut, Dedi menyatakan keyakinannya bahwa program yang menyasar anak-anak dengan masalah perilaku ini akan berhasil membentuk karakter yang lebih disiplin dan bertanggung jawab.

Melihat fenomena kenakalan remaja di Jawa Barat, Dedi mengatakan bahwa lebih baik melakukan tindakan dengan program tersebut daripada pembiaran. “Saya sangat yakin 100 persen ini berhasil Dan kita kan lebih baik punya keyakinan dan melaksanakan daripada melakukan pembiaran,” katanya, Kamis (8/5/2025).

Baca Juga

Dedi mengungkapkan bahwa sumber keyakinan penerapan program itu sendiri dari pengalamannya selama menangani kenakalan remaja.

“Ya yakin Kan tidak mungkin saya lakukan kalau saya tidak meyakini. Berdasarkan apa keyakinannya? Ya saya kan selama ini melakukan riset keliling, memahami, kemudian menangani,” katanya.

Selain itu, Dedi juga mengatakan bahwa anak yang mendapatkan pendidikan di barak militer telah mengantongi restu dari orang tuanya. Ia menyebut akan menerima semua anak yang dikirimkan oleh orang tuanya untuk mendapatkan pendidikan.

“Setiap orang tua yang akan meminta anaknya dididik oleh kami melalui pola pendidikan disiplin ini, kami menerima. Dan kami akan dibuat gelombang pertama, gelombang kedua, gelombang ketiga,” katanya.

“Seluruh rangkaian ini adalah orang atau anak yang diantar oleh orang tuanya. Kami tidak menerima anak yang tidak berdasarkan persetujuan orang tua,” katanya menambahkan.

Dedi juga mengatakan bahwa klasifikasi ‘anak nakal’ yang dikirimkan ke barak salah satunya adalah mereka yang pernah dijaring oleh aparat kepolisian, namun tidak dapat ditangani secara optimal di lingkungan keluarga. Banyak di antara anak-anak tersebut, kata dia, tidak memiliki tempat rehabilitasi yang layak karena di tingkat kabupaten dan kota belum tersedia lembaga pemasyarakatan khusus anak.

"Karena itu anak-anaknya. Polisi kan menjaring dua. Yang pertama yang berproses berdasarkan hukum pidana anak—kan ada mekanismenya. Dan yang harus menjadi perhatian kita semua adalah, di setiap kabupaten, kota, tidak ada lapas untuk penitipan anak. Rata-rata tinggalnya di kantor polisi," kata Dedi.

Menurutnya, kondisi tersebut memerlukan solusi yang lebih manusiawi dan edukatif. Ia menyebut bahwa tidak semua anak yang ditangkap harus melalui proses hukum. Dalam beberapa kasus, terjadi penyelesaian secara kekeluargaan yang berujung pada pengembalian anak kepada orang tua. Namun banyak dari orang tua justru menyerahkan kembali tanggung jawab pendidikan kepada pemerintah daerah.

"Ketika kompromi kedua belah pihak ini terjadi, polisi mengembalikan pada orang tua. Tapi orang tuanya tidak sanggup lagi. Orang tuanya yang meminta kami untuk melakukan pendidikan khusus," lanjutnya.

Dedi menegaskan bahwa anak-anak yang dikirim ke barak adalah mereka yang sudah tidak lagi dalam penanganan pidana oleh kepolisian. Mereka kemudian diarahkan untuk mengikuti program pembinaan karakter dengan pengawasan ketat dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sehingga tidak ada kekerasan yang terjadi.

“Setiap hari ada pejabat Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang piket di sana. Ada dokter, ada psikolog, ada guru ngaji. Jadi pengawasan kami ketat. Kalau ada indikasi kekerasan, kami pasti bertindak. Dan sampai hari ini, tidak ada laporan pelanggaran,” katanya mengakhiri.

 

(Muhammad Noor Alfian choir)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement