REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT – Seorang remaja Palestina berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS) dibunuh oleh pasukan Israel di kota Turmus Ayya, Tepi Barat, kata para pejabat Palestina pada Ahad. Pembunuhan tersebut menandai kian brutalnya pendudukan Israel dan pemukim Yahudi di wilayah tersebut.
Insiden ini adalah yang terbaru dalam gelombang kekerasan dan konfrontasi yang hampir terjadi setiap hari di Tepi Barat yang bergejolak. Kekerasan oleh pemukim Yahudi dan bentrokan antara pasukan Israel dan warga Palestina yang bersenjata telah membuat wilayah tersebut berada dalam ketegangan.
Walikota Turmus Ayya, Adeeb Lafi, mengatakan kepada Reuters pada hari sebelumnya bahwa Omar Mohammad Rabea (14 tahun), ditembak bersama dua remaja lainnya oleh seorang pemukim Israel di pintu masuk Turmus Ayya dan tentara Israel menyatakan dia meninggal setelah menahannya.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam insiden tersebut sebagai “pembunuhan di luar hukum” yang dilakukan pasukan Israel selama penggerebekan di kota tersebut, dan mengatakan bahwa hal tersebut adalah akibat dari “impunitas” Israel yang berkelanjutan.
“Selama aktivitas kontraterorisme di daerah Turmus Aya, tentara IDF mengidentifikasi tiga teroris yang melemparkan batu ke arah jalan raya, sehingga membahayakan warga sipil yang mengemudi,” kata tentara Israel dalam sebuah pernyataan.
Kekerasan pemukim di Tepi Barat, termasuk serangan ke wilayah pendudukan dan penggerebekan di desa-desa dan perkemahan Badui, telah meningkat sejak perang Gaza dimulai pada Oktober 2023.
14-year-old Palestinian child Amer Mohammed Rabie was reported shot and killed by Israeli occupation forces at the entrance of Turmus Aya town, north of Ramallah. pic.twitter.com/TFFCx6pDD9
— Quds News Network (QudsNen) April 6, 2025
Negara-negara Eropa dan pemerintahan AS sebelumnya di bawah Presiden Joe Biden menjatuhkan sanksi terhadap pemukim Israel yang melakukan kekerasan, meskipun Gedung Putih di bawah Presiden Donald Trump menghapus sanksi tersebut.
Militer Israel juga dalam beberapa bulan terakhir melakukan apa yang disebutnya “operasi militer skala besar” di Tepi Barat untuk membasmi pejuang palestina. Kelompok Hamas, yang berbasis di Gaza, dalam beberapa tahun terakhir telah memperluas jangkauannya di Tepi Barat, di mana Otoritas Palestina, yang didominasi oleh faksi saingannya, Fatah, menjalankan pemerintahan secara terbatas.
Penggerebekan harian, penangkapan massal dan pembunuhan di wilayah Palestina telah meningkat sejak 7 Oktober 2023. Sedikitnya 952 orang, termasuk 192 anak-anak, syahid; 117 orang telah terbunuh sejak awal tahun ini. Lebih dari 8.115 warga Palestina terluka. Setidaknya 15.500 warga Palestina telah ditangkap. Hingga April, Israel telah memenjarakan 9.792 warga Palestina, 3.498 di antaranya ditahan tanpa dakwaan.
Kelompok hak asasi manusia Israel Yesh Din bersama dengan Dokter untuk Hak Asasi Manusia Israel (PHRI) telah merilis laporan bersama baru tentang “pemindahan paksa warga Palestina oleh Israel” di Tepi Barat yang diduduki, khususnya komunitas penggembala di timur laut Ramallah.
Berjudul “Komunitas Pengungsi, Orang-Orang yang Terlupakan”, laporan tersebut menemukan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina telah terpaksa mengungsi dari rumah mereka di wilayah tersebut sejak Januari 2023, dan bahwa “Israel memikul tanggung jawab karena melakukan kejahatan perang berupa pemindahan paksa warga Palestina di Tepi Barat”.
“Sifat sistematis dari tindakan ini, dan pengulangannya di lokasi berbeda, mengarah pada kesimpulan serius bahwa di wilayah tertentu di Tepi Barat, Israel menerapkan praktik pembersihan etnis terhadap warga Palestina,” mereka menambahkan.