REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Di era digital saat ini, hoaks atau berita palsu menjadi tantangan besar yang dihadapi masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa. Penyebaran informasi yang tidak akurat melalui media sosial sering kali membingungkan dan merugikan banyak pihak.
Sebagai pusat informasi akademik, perpustakaan perguruan tinggi memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi informasi agar mahasiswa lebih kritis dalam menyaring informasi yang diterima.
Pustakawan Universitas Nusa Mandiri (UNM) Sofia Nurani mengatakan mahasiswa merupakan pengguna aktif internet dan media sosial. Namun, mereka juga rentan terhadap hoaks yang menyebar dengan cepat. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memiliki keterampilan dalam memilah informasi yang benar agar terhindar dari dampak negatif berita palsu.
Sofia mengatakan untuk membantu mahasiswa menghadapi tantangan menyebarnya berita palsu, perpustakaan perguruan tinggi dapat mengadakan program pelatihan literasi informasi. Program ini mengajarkan cara mencari, mengevaluasi, dan memverifikasi informasi sebelum mempercayai atau membagikannya.
"Selain itu, perpustakaan dapat menyediakan akses ke jurnal akademik, e-book, serta database penelitian yang kredibel agar mahasiswa memiliki sumber informasi yang terpercaya,” ujar Sofia, dalam rilis yang diterima, Jumat (28/3/2025).
Selain pelatihan, ungkap Sofia, perpustakaan juga dapat mengadakan seminar atau diskusi yang melibatkan pakar media dan jurnalis. Kegiatan ini memberikan wawasan mendalam mengenai metode verifikasi berita serta dampak hoaks terhadap masyarakat.
Sofia mengatakan teknologi dan media sosial juga bisa dimanfaatkan dalam melawan hoaks. Dia mencontohkan perpustakaan dapat membagikan tips literasi digital melalui platform media sosial, membuat infografis, serta mengembangkan platform digital yang menyediakan materi edukasi mengenai cara mengenali berita palsu.
"Beberapa perpustakaan telah sukses menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten edukatif yang menarik bagi mahasiswa,” ujarnya.
Ia menyampaikan bahwa kolaborasi dengan komunitas literasi dan organisasi eksternal juga dapat memperkuat upaya literasi informasi. Kampanye literasi digital, pameran buku, dan workshop anti-hoaks dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya informasi yang akurat.
“Dengan berbagai program edukasi dan pemanfaatan teknologi, perpustakaan perguruan tinggi memiliki peran sentral dalam membangun budaya literasi informasi di kalangan mahasiswa. Dengan meningkatkan keterampilan literasi digital, mahasiswa tidak hanya lebih bijak dalam mengonsumsi informasi, tetapi juga dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan akademik yang berbasis pengetahuan yang benar. Perpustakaan tidak lagi sekadar tempat menyimpan buku, tetapi menjadi pusat literasi digital yang mendukung mahasiswa menjadi konsumen informasi yang cerdas di era digital ini,” kata dia.