Ahad 16 Mar 2025 12:40 WIB

3 Alasan Utama Mengapa Netanyahu Ngotot Khianati Gencatan Senjata dengan Hamas

Netanyahu lebih memilih suara ekstremis sayap kanan daripada opsi Amerika.

Tentara Israel melewati daerah dekat perbatasan Israel-Lebanon Rabu, 27 November 2024.
Foto: AP Photo/Leo Correa
Tentara Israel melewati daerah dekat perbatasan Israel-Lebanon Rabu, 27 November 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu selalu mengkhianati apa yang sudah disepakati. Gencatan senjata yang merupakan acuan perdamaian di Timur Tengah, malah diabaikannya. Dalam hal ini, Netanyahu lebih memilih opsi ekstrem sayap kanan pendukungnya yang haus darah, seperti suasa-suara Bezalel Smotrich, pimpinan Shin Bet, dan mayoritas suara di Knesset.

Lebih dari 150 warga Palestina dibunuh Israel sejak kesepakatan gencatan senjata di Gaza diberlakukan pada 19 Januari 2025, kata kantor media Gaza dalam pernyataan pada Sabtu.

Baca Juga

"Kami melihat penjajah sengaja meningkatkan kejahatan terhadap warga sipil dalam beberapa pekan terakhir," kata pernyataan itu.

Ditambahkan, 40 warga Palestina di Gaza telah kehilangan nyawa dalam dua pekan terakhir.

Kantor itu berkata Israel "mengincar para penduduk yang mengumpulkan kayu bakar atau menginspeksi rumah mereka, sehingga mereka tewas akibat tembakan pasukan Israel."

Pernyataan itu disampaikan menyusul serangan udara Israel di Beit Lahia, Gaza utara, yang menewaskan sembilan warga Palestina, termasuk jurnalis dan pekerja kemanusiaan.

Sembari mengutuk serangan itu sebagai "pembantaian mengerikan," kantor media Gaza menuding Israel meningkatkan agresi di tengah banyaknya perintah militer dari pemimpin Israel.

Semua individu yang diincar Israel adalah warga sipil yang bekerja di area pengungsian dan melakukan dokumentasi media untuk badan amal, menurut kantor itu.

Kantor media Gaza juga mendesak Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICJ) untuk mengambil tindakan segera terhadap kejahatan perang Israel, khususnya yang dilakukan oleh pemimpinnya, Benjamin Netanyahu.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement