Sabtu 15 Mar 2025 11:10 WIB

Delegasi Hamas Bertolak Ke Kairo Guna Bahas Perjanjian Kelanjutan Gencatan Senjata

Hamas telah sepakat melepaskan satu tawanan yang merupakan warga negara AS.

Peti berisi jenazah sandera yang meninggal akibat serangan Israel di Jalur Gaza, sebelum diserahkan oleh kelompok Hamas i Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 20 Februari 2025.
Foto: (AP Photo/Abdel Kareem Hana)
Peti berisi jenazah sandera yang meninggal akibat serangan Israel di Jalur Gaza, sebelum diserahkan oleh kelompok Hamas i Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 20 Februari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Gerakan perlawanan Palestina Hamas, Jumat (14/3/2025), mengumumkan bahwa delegasinya telah berangkat ke Kairo untuk bertemu pejabat Mesir guna membahas perundingan dan perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza. Sebelumnya, Hamas menyatakan pihaknya telah menerima proposal dari mediator untuk melanjutkan negosiasi terkait tahap kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza.

Hamas juga menyetujui pembebasan seorang tentara Israel berkewarganegaraan Amerika Serikat, Edan Alexander, serta penyerahan jenazah empat tahanan yang memiliki kewarganegaraan ganda.

Baca Juga

"Delegasi perundingan Hamas yang dipimpin Khalil al-Hayya telah menuju Kairo untuk bertemu dengan pejabat Mesir dan membahas perkembangan negosiasi serta perjanjian gencatan senjata," kata Hamas dalam pernyataannya.

Dari 19 Januari hingga 1 Maret 2025, gencatan senjata berlangsung di Gaza, Palestina, sebagai bagian dari tahap pertama perjanjian antara Israel dan Hamas terkait dengan pembebasan sandera Israel dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina.

Namun, pada malam 2 Maret, setelah gencatan senjata selama 42 hari berakhir, pihak berwenang Israel mengumumkan bahwa Utusan Khusus AS Steve Witkoff telah mengusulkan rencana baru untuk memperpanjang gencatan senjata sementara di Gaza.

Hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara Israel dan Hamas terkait dengan penghentian perang secara penuh.

Kantor pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Tel Aviv telah menyetujui rencana tersebut, sedangkan Hamas belum memberikan persetujuannya.

Pada 2 Maret, Israel mengumumkan larangan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza serta mengancam akan meningkatkan tekanan terhadap Hamas karena menolak menerima rencana baru AS untuk memperpanjang gencatan senjata dan membebaskan sandera yang masih ditahan.

Israel menginginkan kelanjutan tahap pertama kesepakatan untuk membebaskan seluruh sandera tanpa memberikan jaminan penghentian perang.

Sementara itu, Hamas bersikeras untuk melanjutkan ke tahap kedua perjanjian Gaza, yang mencakup penghentian perang secara menyeluruh dan penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah tersebut.

sumber : Antara, Sputnik-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement