REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengkritik pola impunitas dalam penanganan kasus menteri perdagangan (mendag) periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia menyinggung pernyataan Kejagung terkait serangan terhadap satu jaksa sama dengan serangan terhadap institusi, sebagai bentuk perlindungan berlebihan terhadap aparat.
"Pernyataan seperti ini sudah sering kita dengar. Jika seorang jaksa mendapat kritik atau serangan, langsung dianggap sebagai serangan terhadap Kejaksaan Agung," ujar Ray dalam diskusi publik secara daring yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad) bertema "Tom Lembong, Keadilan, dan Imunitas Jaksa" di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Dia meminta Kejagung bersikap adil dalam menanggapi kritikan masyarakat. "Sementara jika rakyat biasa mengalami ketidakadilan, itu tidak pernah dianggap sebagai serangan terhadap seluruh rakyat Indonesia," ucap Ray.
Menurut dia, pernyataan tersebut menunjukkan ketimpangan antara hak pejabat dan rakyat. Pejabat memiliki perlindungan ekstra di balik institusi mereka, sedangkan rakyat tidak memiliki tempat berlindung.
"Hak-hak pejabat lebih diutamakan. Mereka dipanggil dengan gelar 'Yang Terhormat', sementara rakyat biasa tidak mendapat penghormatan yang sama. Bahkan, mereka yang pernah terlibat kasus korupsi tetap dihormati saat kembali ke masyarakat," kata Ray.
Menurut Ray, dalam konteks kasus Tom Lembong, impunitas Kejagung semakin terlihat jelas. Sikap jaksa yang menantang siapa pun yang berani 'menyenggol' kejaksaan, adalah bentuk upaya melindungi institusi. Padahal, secara bersamaan hal itu berpotensi mengorbankan keadilan. "Hukum yang seharusnya membatasi kekuasaan pejabat malah digunakan untuk melindungi mereka dari kritik dan tuntutan hukum," katanya.
Ray berharap, sistem hukum di Indonesia dapat lebih adil dan transparan. Dia ingin kritik terhadap pejabat dan institusi negara tidak dianggap sebagai serangan, melainkan sebagai bagian dari upaya perbaikan.