REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Presiden transisi Suriah Ahmed al-Sharaa kini tengah berjuang keras untuk menghentikan aksi kekerasan paling mematikan dalam 13 tahun perang saudara di negara tersebut. Bentrokan terjadi antara loyalis presiden terguling Bashar al-Assad dengan milisi yang menjadi penguasa baru negara itu.
Bentrokan, yang menurut kelompok pemantau perang telah menewaskan 1.000 orang, sebagian besar warga sipil, di jantung pesisir kampung halaman al-Assad.
Komandan tertinggi kelompok bersenjata Kurdi Suriah, yang pasukannya terlibat dalam pertempuran terpisah dengan Turki, menyalahkan faksi-faksi didukung Turki atas beberapa kekerasan tersebut. Ada laporan eksekusi terhadap warga sipil termasuk kepada sekte Alawite al-Assad. Turki tidak segera menanggapi tuduhan tersebut.
Kantor Presiden al-Sharaa sedang membentuk komite independen untuk menyelidiki bentrokan dan pembunuhan oleh kedua belah pihak. Warga Suriah telah menyebarkan video-video grafis tentang eksekusi oleh para pejuang. Reuters tidak dapat segera memverifikasi video-video tersebut.
Sumber keamanan Suriah mengatakan laju pertempuran telah melambat di sekitar kota Latakia, Jabla, dan Baniyas. Sementara pasukan menyisir daerah pegunungan di sekitar tempat sekitar 5.000 pemberontak yang setia kepada al-Assad bersembunyi.
Al-Sharaa, yang menghadapi tantangan untuk memerintah negara yang penuh dengan ketegangan antar-faksi, mendesak warga Suriah untuk tidak membiarkan ketegangan sektarian semakin mengganggu stabilitas negara.
“Kita harus menjaga persatuan nasional dan perdamaian dalam negeri, kita bisa hidup bersama,” kata Sharaa di sebuah masjid di lingkungan masa kecilnya di Mazzah, di Damaskus dilansir Al Arabiya.