Ahad 09 Mar 2025 10:19 WIB

Pidato di Tokyo, Presiden ke-6 RI SBY Ajak Lawan Perusak Konstitusi

Dubes RI Heri Akhmadi menyoroti pencapaian ekonomi di era SBY yang tumbuh 6 persen.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara bedah buku
Foto: KBRI Jepang
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara bedah buku "Standing Firm for Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti pentingnya menjaga nilai-nilai demokrasi dan melawan perusak konstitusi di tengah adanya fenomena kemunduran demokrasi secara global. Pernyataan SBY disampaikan dalam acara bedah buku Standing Firm for Indonesia's Democracy di KBRI Tokyo, Jepang.

"Kalau kita bicara demokrasi kita, mari kita jaga, fight for democracy, fight against segala sesuatu yang merusak demokrasi, yang merusak konstitusi, yang merusak kerangka bernegara, yang merusak adanya checks and balances," kata SBY dalam siaran pers KBRI Tokyo yang diterima di Jakarta, Ahad (9/3/2025).

Baca Juga

Presiden RI periode pada 2004-2014 itu mengatakan, saat ini, di seluruh dunia ada kemunduran demokrasi. Negara-negara besar yang sering mengeklaim diri sebagai champions of democracy atau pejuang demokrasi, kata SBY, juga tidak kebal dari fenomena tersebut.

"Negara-negara besar yang konon dianggap sebagai champions of democracy, negara-negara yang lecturing us, menguliahi kita... dalam kenyataannya, negara-negara itu tidak imun dari kemunduran-kemunduran dalam demokrasi mereka," ujar SBY.

Dia juga berbagi pengalaman pribadinya sejak masa muda sebagai prajurit TNI AD yang telah menghargai kebebasan berekspresi. Dia menekankan, kebebasan berpendapat bila digunakan secara tepat, maka itu hak dan harus dihormati.

"Waktu saya masih sangat muda, we love democracy. Kalau yang disampaikan mahasiswa itu ekspresi dari freedom of speech, mengapa kita menjadi gusar?"

Dalam acara bedah buku bersama mahasiswa Indonesia dan akademisi Jepang, SBY turut menekankan perannya dalam mendukung dan turut menjadi bagian dari solusi pada pemerintahan pemimpin setelahnya, termasuk pemerintahan Presiden Prabowo. Dia pun sudah menyampaikan pandangan kepada Presiden Prabowo dalam menghadapi kritik.

Baca: Dubes Iran Ajak Menhan Sjafrie Produksi Drone Bersama

"Saya sudah sampaikan kepada Presiden Prabowo beberapa saat yang lalu, pentingnya meningkatkan komunikasi yang genuine antara Istana dengan mereka yang menyampaikan kritik, dan Pak Prabowo mengatakan, 'Kami terus meningkatkan kualitas komunikasi'," ungkapnya.

SBY juga menyampaikan optimisme, Presiden Prabowo bisa menghadapi berbagai tantangan yang ada saat ini. Pasalnya, Indonesia masih memiliki sumber daya, sumber daya politik, dan sumber daya ekonomi untuk mengatasi keadaan tersebut.

Wahyu Prasetiawan, salah satu editor buku tersebut, menjelaskan, judul Standing Firm for Indonesia's Democracy dipilih karena salah satu hal yang paling menonjol dalam masa kepemimpinan SBY adalah menjaga demokrasi di Indonesia. "Sebagai presiden dengan kekuasaan yang begitu tinggi, sebetulnya Pak SBY bisa melakukan hal sebaliknya, tapi itu tidak dilakukan," ungkap Wahyu.

Baca: Seskab Teddy Indra Wijaya Naik Pangkat dari Mayor ke Letkol

 

Sementara itu, buku Standing Firm for Indonesia's Democracy merupakan hasil wawancara mendalam dengan para akademisi Jepang yang menggali pengalaman dan pemikiran SBY selama memimpin Indonesia pada masa transisi demokrasi. SBY berbagi 'resep rahasia' Indonesia berhasil memulihkan ekonomi dari keterpurukan pascakrisis.

"Saat saya masuk tahun 2004, pertumbuhan ekonomi hanya 4 persen. Dalam setahun, kami berhasil menaikkannya menjadi 5,1 persen dan itu terjaga selama 10 tahun," ujar SBY.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement