Jumat 21 Feb 2025 18:10 WIB

Pakar Sebut Megawati Larang Kepala Daerah PDIP Ikut Retret Bentuk Prmbangkangan

Narasi kriminalisasi terhadap Hasto sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto (kanan).
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, MSi menilai sikap Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputeri terkait pembekalan atau retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah pada 21-28 Februari 2025, sebagai bentuk penggembosan. Hal itu juga bentuk pembangkangan terhadap program Presiden Prabowo Subianto.

"Instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap kepala daerah yang diusung PDIP untuk tidak menghadiri pembekalan/retret di Akmil Magelang merupakan bentuk pembangkangan dan penggembosan terhadap program presiden Prabowo Subianto. Langkah ini diambil sebagai reaksi partai terhadap penahanan Hasto Kristiyanto oleh KPK atas kasus Harun Masiku," katanya di Kupang, Jumat (21/2/2025)

Baca Juga

Dia mengemukakan hal itu terkait langkah Megawati yang memerintahkan kepala daerah yang berasal dari partainya untuk tidak mengikuti acara retret di Akmil. Menurut Ahmad, jika dilihat dari korelasinya, tidak ada benang merah antara ditahannya Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto dengan kegiatan kepala daerah di Magelang.

Narasi kriminalisasi terhadap Hasto sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan seolah-olah semua ini atas desain pemerintah. Padahal, kata Ahmad, hal itu merupakan murni kasus hukum. Bila Hasto tidak bersalah tentu ada ruang untuk membela diri, bukan mengacaukan program kerja pemerintah.

Dengan sikap PDIP seperti ini, secara nyata telah menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurut Direktur Pascasarjana UMK tersebut, PDIP tidak arif dalam memetakan persoalan yang menimpa kadernya sendiri.

Oleh karena itu, posisi kepala daerah yang diusung PDIP menjadi dilematis antara mengikuti instruksi atau mengikuti retret. Di sini, menurut Ahmad, PDIP telah mempersulit keadaan di tengah polemik penahanan Hasto Kristiyanto.

Dia mengatakan, PDIP harus menyadari kepala daerah yang diusung tidak semua merupakan kadernya. Apalagi dalam pilkada, ada koalisi sehingga akan terjadi tarik menarik kepentingan dalam partai koalisi yang mengusungnya.

Karena itu, kata Ahmad, kepala daerah yang terpilih harus menentukan pilihannya, yakni mengikuti partai atau presiden. Jika memilih dan tidak memilih diantara dua kepentingan tentu punya risiko politik bagi kepala daerah.

"Maka bagi saya, kepala daerah harus mengabaikan instruksi partai demi menjaga kepercayaan rakyat yang memilihnya," kata Ahmad.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement