Ahad 12 Jan 2025 05:22 WIB

Guru Besar IPB Dipolisikan Usai Hitung Kerugian Kasus Timah Rp 271 T, Ini Respons Rektor

Prof. Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung.

Prof Dr Bambang Hero Saharjo (kanan) saat menerima Penghargaan John Maddox 2019.
Foto: Dok IPB University
Prof Dr Bambang Hero Saharjo (kanan) saat menerima Penghargaan John Maddox 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University Prof. Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung usai menghitung kerugian lingkungan saat menjadi ahli dalam kasus tata niaga timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis. Rektor IPB University Prof, Arif Satria menilai gugatan itu dapat merusak tatanan hukum di Indonesia.

"Kami melihat bahwa gugatan terhadap saksi ahli atas keterangan di persidangan dapat merusak tatanan hukum di Indonesia," kata Prof Arif dalam keterangannya di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/1/2025).

Baca Juga

Menurut Arif, jika semua ahli yang dihadirkan dalam persidangan untuk diminta keterangan oleh majelis hakim dapat digugat atau dikriminalisasi pihak tertentu, tidak akan ada lagi ahli yang mau ditugaskan sebagai saksi ahli di pengadilan. Jika ini terjadi, kata dia, maka akan semakin mempersulit hakim dalam mengambil putusan, dalam kasus perkara tertentu.

"Kami meminta agar negara melindungi semua dosen yang menjadi saksi ahli. Terlebih lagi yang dilakukan oleh Prof. Bambang Hero, yang ditunjuk sebagai saksi ahli untuk membela negara melawan perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan," ujar Arif.

Arif menjelaskan, untuk memperkuat perlindungan bagi dosen yang menjadi ahli, maka pemerintah perlu mengeluarkan peraturan pemerintah tentang perlindungan dosen dan guru sebagai implementasi UU Dosen dan Guru. Diketahui, Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma melaporkan Prof Bambang Hero Saharjo ke Kepolisian Daerah Bangka Belitung pada hari Rabu, 8 Januari 2025.

Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof Bambang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta atau keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini menyatakan bahwa siapa pun yang dalam keadaan di mana undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, namun justru memberikan keterangan palsu di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Jika keterangan palsu tersebut diberikan dalam perkara pidana yang tersangkanya diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement