REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Seorang bayi kembali meninggal karena hipotermia di Jalur Gaza. Ini bayi kedelapan yang meninggal akibat kedinginan selama penjajah Israel melancarkan kampanye genosida terhadap warga Palestina.
Kematian Ali Youssef Ahmed Kloub menandai bayi kedelapan yang meninggal karena hipotermia di Jalur Gaza yang terkepung pada musim dingin ini. Ali, yang keluarganya tinggal di tenda darurat di pantai, meninggal ketika pengungsi Palestina terus mengalami kondisi musim dingin yang mengerikan, termasuk suhu yang sangat dingin di tengah tidak adanya tempat berlindung atau sumber daya yang memadai.
Dalam sebuah video yang dibagikan oleh seorang jurnalis Palestina di media sosial, sang ibu yang berduka, dengan berlinang air mata, menggambarkan saat menemukan anaknya membek. "Seolah-olah dia dimasukkan ke dalam lemari es."
“Saya ibu Yousef. Saya kehilangan dia,” kata ibu bayi tersebut kepada Aljazirah. “Dia meninggal karena cuaca yang sangat dingin. Dia tidur disampingku dan di pagi hari, aku menemukannya membeku dan mati. Saya tidak tahu harus berkata apa,” katanya.
“Tidak ada yang bisa merasakan penderitaan saya. Tak seorang pun di dunia ini yang dapat memahami situasi bencana yang kita alami. Yusuf baik-baik saja. Dia lahir sehat… Saya kehilangan Yousef selamanya.”
Ibu Ali yang berduka menggambarkan kondisi tak tertahankan yang dihadapi keluarganya, meminjam tempat tidur dan selimut dari keluarga pengungsi lainnya yang juga berjuang untuk menjaga anak-anak mereka tetap hangat. Pejabat kesehatan melaporkan bahwa bayi dan anak-anak sangat rentan, dengan beberapa kematian tercatat pada musim dingin ini karena paparan suhu dingin yang ekstrim.
والدة الطفل علي يوسف احمد كلوب الذي قضى شهيدا نتيجة البرد القارس داخل خيمة تضم عددا من أفراد عائلته في مواصي خانيونس، تتحدث عن معاناتها وظروفها القاسية في ظل موجة البرد الشديد الذي لازم أفراد عائلتها التي تفتقر لأدنى مقومات الحياة ما اضطرها لاستعارة "الفراش والأغطية" من بعض… pic.twitter.com/H2QHP2hjS4
— 🇵🇸 أدهم أبو سلمية (AdhamPal922) January 5, 2025
Ayah Ali Kloub, yang kini kehilangan dua anaknya karena hipotermia musim dingin ini, terlihat berduka di kamar mayat rumah sakit. Kisah tragisnya menambah penderitaan yang lebih luas bagi para pengungsi di Gaza, karena turunnya suhu dan terbatasnya bantuan memperburuk situasi yang sudah menghancurkan.
Dalam siaran pers sebelumnya, Kantor Media Gaza menekankan situasi mengerikan yang dihadapi keluarga-keluarga yang terpaksa mengungsi, yang rumahnya dihancurkan oleh serangan udara Israel, membuat mereka rentan terhadap kondisi musim dingin yang membekukan.
Ribuan warga Palestina yang mengungsi akibat kampanye genosida pendudukan telah mencari perlindungan di Al-Mawasi, wilayah pesisir barat Rafah, dan tinggal di tenda-tenda rapuh yang terbuat dari kain dan nilon. Meskipun ditetapkan sebagai “daerah kemanusiaan” oleh otoritas Israel, Al-Mawasi telah menghadapi serangan berulang kali, sehingga banyak keluarga yang tidak punya tempat aman untuk berlindung.
Philippe Lazzarini, kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA), membenarkan krisis yang memburuk ini, dengan menyatakan bahwa bayi-bayi “mati kedinginan karena cuaca dingin dan kurangnya tempat berlindung.” Dia menambahkan bahwa pasokan penting, seperti selimut dan kasur, telah tertahan di luar Gaza selama berbulan-bulan, menunggu izin untuk masuk.
Ketika krisis kemanusiaan meningkat, pejabat kesehatan Gaza melaporkan bahwa kampanye genosida Israel sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 45.800 orang, termasuk 17.600 anak-anak. Dari jumlah tersebut, 1.091 bayi telah meninggal, dan 238 bayi meninggal segera setelah dilahirkan. UNICEF menggambarkan kondisi bayi baru lahir di Gaza sebagai “neraka”.