REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT). Pasalnya, PKS mengeklaim merupakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan untuk menolak PT.
Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri mengatakan, partainya sangat menyambut baik putusan MK yang menghapus PT di Pemilihan Presiden (Pilplres) 2029 mendatang. "Yup (menyambut baik putusan MK)," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Kamis (2/1/2025).
Ia mengatakan, PKS merupakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan ke MK untuk menghapus PT. Dari sekitar 35 permohonan yang telah diajukan ke MK, di mana PKS merupakan pemohon yang ke-31, akhirnya MK memutuskan untuk menghapus PT.
"Setelah kurang lebih 35 permohonan, dan PKS sebagai Pemohon 31. Semuanya ditolak MK dengan alasan open legal policy, kini MK membantah dalilnya sendiri dengan menghapus PT. Karena bertentangan dengan konstitusi," kata dia.
Mabruri mengatakan, enam dalil PKS dalam judicial review PT pada 2022 juga telah diakui dan disetujui MK. Namun, pada amar putusan MK kembali mengurung dirinya dengan alasan open legal policy.
Diketahui, MK memutuskan ambang batas presiden atau presidential treshold bertentangan dengan konstitusi. Dengan demikian, setiap partai boleh memajukan kandidat di dalam Pilpres.
Dilansir dari laman MKRI, ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
“Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024.