REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah (Jateng), Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam gugatan atas hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng itu, kubu Andika-Hendrar menuding ada keterlibatan aparat penegak hukum untuk memenangkan pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin.
Lantas apakah dengan gugatan itu, Andika punya peluang membatalkan kemenangan Luthfi-Yasin?
Pengamat politik Ray Rangkuti tidak mau menyimpulkan apakah gugatan itu cukup kuat untuk bisa membatalkan kemenangan Luthfi. Ia melihat gugatan ke MK ini sebagai ajang pembuktian.
"Soal apakah itu akan menghasilkan pembatalan hasil pilkada atau tidak, ya saya enggak terlalu pretensi ke situ. Saya hanya ingin lihat bahwa memang perkara-perkara seperti yang disebutkan itu sangat mungkin terjadi di dalam pilkada ini," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (15/12/2024).
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum Ronny Salampessy mengatakan, kubu Andika-Hendrar telah mengajukan gugatan ke MK terkait hasil Pilgub Jateng. Pasalnya, PDIP menduga terdapat keterlibatan aparat penegak hukum untuk mengerahkan warga memilih Luthfi-Yasin. Sebab, sejak awal, terdapat panggilan dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengerahan kepala desa, untuk memenangkan Luthfi-Yasin.
Menurut Ray Rangkuti, keterlibatan aparat penegak hukum, terutama aparat kepolisian, dalam kontestasi politik sudah menjadi bahan pembicaraan umum. Bahkan, PDIP menyebut keterlibatan polisi itu dengan istilah partai cokelat atau parcok, yang merujuk kepada baju dinas aparat kepolisian yang berwarna cokelat.
"Kalau berkaitan dengan parcok ini kan udah menjadi pembicaraan umum sekarang. Saya kira ini bagus juga (dijadikan dalil menggugat ke MK), sehingga dengan begitu akan kita bisa lihat seberapa dalam sebetulnya keterlibatan parcok dalam pemilu ini," kata dia.
Dibawanya keterlibatan parcok...