REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta agar evaluasi senjata api masuk ke dalam agenda visi rencana strategis (grand strategy) Polri untuk 2025-2045. Anggota Kompolnas Ghurfon Mabruri mengatakan, adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam kasus-kasus terkini yang melibatkan oknum anggota Polri, menjadi salah satu agenda pembahasan Kompolnas.
"Nanti akan kita rincikan lagi bahan-bahan dokumen laporan yang bisa kita jadikan bahan untuk memperkuat upaya untuk mendorong perbaikan-perbaikan tadi," kata Ghufron saat diskusi dengan Amnesty International Indonesia di Jakarta, Senin (9/12/2024).
Menurut dia, penyusunan Grand Strategy Polri 2024 perlu menjadi ruang bersama bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan catatan kritis, terutama bagaimana memutus keberulangan kasus-kasus kekerasan oleh oknum anggota Polri. "Agar secara sistem ada pelembagaan secara internal, memastikan kultur tadi bisa benar-benar diputus," kata Ghufron.
Dia mengatakan, kepolisian sudah memiliki standar operasional prosedur (SOP) dan prinsip terkait penggunaan senpi. Sehingga yang menjadi permasalahan adalah soal pengetahuan, kontrol pengawasan, hingga akuntabilitas.
Ketika suatu kasus pelanggaran terjadi, Ghufron ingin agar penanganannya tak terlalu fokus pada kasusnya saja. Namun, fenomena tersebut secara umum harus diselesaikan secara tuntas.
Menurut dia, akuntabilitas dalam penanganan kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota Polri harus transparan. Sanksi yang perlu dijatuhkan pun bukan hanya soal kode etik, melainkan juga sanksi pidana. "Tapi pengawasan internal juga tidak cukup, harus ada pengawasan dari eksternal juga, termasuk media," kata Ghufron.