REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persoalan kriminalisasi terhadap para guru yang melakukan tindakan pendisiplinan terhadap murid-murid jadi sorotan belakangan. Sehubungan peringatan hari guru, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Abdul Mu’ti mengupayakan tak ada lagi kriminalisasi tersebut.
“Kementerian juga berusaha menjamin keamanan para guru agar dapat bekerja dengan tenang dan terbebas dari segala bentuk intimidasi dan tindakan kekerasan oleh siapapun.,” ujar Mendikdasmen dalam naskah pidatonya menyambut hari Guru di Jakarta, Senin (25/11/2024). “Guru juga tidak seharusnya melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun,” ia menambahkan.
Terkait dengan upaya perlindungan guru, tersebut, Kemendikdasmen akan menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama dengan Polri. “Didalamnya memuat kesepakatan agar masalah-masalah kekerasan dalam pendidikan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan atau restorative justice sehingga guru tidak menjadi terpidana,” kata Mendikdasmen.
Kesepakatan terkait hal ini sebelumnya sebenarnya telah diteken Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Polri pada 2022. Saat itu kedua pihak membuat nota kesepahaman tentang perlindungan hukum profesi guru. Nota kesepahaman itu bernomor PGRI 606/Um/PB/XXII/2022 dan Polri NK/26/VIII/2022.
Secara spesifik perlindungan dan penegakan hukum profesi guru dijelaskan pada Pasal 4 Ayat 1 dan 2 bahwa antara PGRI dan Polri akan bekerja sama melindungi profesi guru, pendidik, dan tenaga kependidikan dari tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari masyarakat.
Lalu mengenai penegakan hukum sebagaimana Pasal 5 Ayat 1, 2, dan 3 disebutkan, apabila PGRI atau Polri menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat adanya dugaan tindak pidana oleh guru, kedua belah pihak akan berkoordinasi dalam rangka penyelidikan. Apabila hasil penyelidikan pidana tidak terbukti, penanganan diserahkan kepada Dewan Kehormatan Guru (DKG), dan apabila terbukti pidana, kepolisian akan melakukan penanganan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Apabila guru merasa mendapatkan tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6 Ayat 1, 2, 3, dan 4; guru dapat meminta bantuan pengamanan kepada kepolisian baik secara tertutup melalui kegiatan deteksi aksi, penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan maupun pengamanan terbuka dengan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli.
Terlepas adanya kesepakatan itu, kriminalisasi masih terjadi terhadap para guru. Yang terkini terjadi pada Supriyani, guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ia sempat ditahan dengan tuduhan melakukan pemukulan terhadap seorang siswa anak dari anggota kepolisian.
Supriyani menyangkal melakukan pemukulan tersebut dan mengatakan sempat coba diperas. Setelah mendapat sorotan masyarakat dan memicu aksi protes para guru, jaksa kemudian menuntut bebas guru tersebut.
Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, sejak 2015 hingga 2020, terjadi lebih dari 150 kasus kriminalisasi guru di berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar -kaus kasus tersebut terkait dengan tindakan guru yang bertujuan untuk mendisiplinkan siswa.
Namun sebaliknya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) juga merilis bahwa sejumlah guru terlibat kasus kekerasan di satuan pendidikan sepanjang Januari-Juli 2024. Dalam rentang itu, terjadi sekitar 15 kasus kekerasan yang tergolong parah dan ditangani kepolisian. Dari jumlah itu, sebanyak 13,33 persen dilakukan kepala sekolah, 20 persen dilakukan guru, 53,3 dilakukan teman sebaya, dan 13,33 dilakukan siswa senior.