Kamis 21 Nov 2024 05:02 WIB

'Tak Punya Hati', AS Kembali Veto Gencatan Senjata di Gaza

AS sendirian melawan 14 anggota DK PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza.

Seorang wanita berduka atas jenazah korban serangan udara Israel di luar rumah sakit di Deir al-Balah, Gaza, Minggu 17 November 2024.
Foto: AP Photo/Adel Kareem Hana
Seorang wanita berduka atas jenazah korban serangan udara Israel di luar rumah sakit di Deir al-Balah, Gaza, Minggu 17 November 2024.

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK - Amerika Serikat (AS) kembali memveto resolusi di Dewan Keamanan PBB yang mendesak gencatan senjata di Gaza. Dari 15 anggota DK PBB, baik anggota tetap maupun sementara, hanya AS sendirian yang menolak resolusi yang sangat penting untuk menghentikan penderitaan warga Palestina tersebut.  

Resolusi terbaru diajukan oleh 10 anggota terpilih DK PBB. Resolusi itu menuntut “gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen” antara Israel dan Hamas. Anggota pendukungnya adalah Aljazair, Ekuador, Guyana, Jepang, Malta, Mozambik, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia dan Swiss.

Baca Juga

Menurut Security Council Report, sebuah media yang memantau kerja dewan PBB. Dewan telah melakukan pemungutan suara terhadap 11 resolusi terkait perang di Gaza sejak Oktober tahun lalu. Hanya empat dari resolusi tersebut yang diadopsi.

Ini adalah keempat kalinya sejak Oktober 2023 AS menggunakan hak vetonya untuk memblokir resolusi gencatan senjata Gaza di Dewan Keamanan. Kali ini, AS berdalih tidak ada kecaman terhadap Hamas atas tindakan 7 Oktober 2023 dan juga satu paragraf yang disebut OP1. AS mengatakan pihaknya ingin dalam rancangan gencatan senjata ini terhubung dan mensyaratkan pembebasan semua tawanan. 

Rancangan tersebut menyerukan pembebasan semua tawanan dan juga menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat, namun tidak serta merta mengaitkan atau membuat mereka bersyarat, dan hal ini merupakan hal yang ditentang oleh Amerika Serikat. 

Bagaimanapun, resolusi yang diveto itu menunjukkan AS kian terasing dalam mendukung Israel. Rancangan resolusi ini merupakan hasil perundingan selama berminggu-minggu, dan dimulai oleh 10 anggota Dewan Keamanan terpilih. 

“Ada rasa frustasi yang jelas di pihak Dewan Keamanan karena tidak adanya tindakan terhadap Gaza, dan itulah sebabnya 10 anggota terpilih mengajukan rancangan ini. Hal ini telah dikerjakan selama hampir tiga minggu, namun pada akhirnya diveto oleh AS,” tulis koresponden Aljazirah Gabriel Elizondo.

Aljazirah juga melaporkan, dari Gaza, putusan AS memveto resolusi itu terlihat “tidak berperasaan dan kejam”. Namun, tidak ada yang terkejut di seluruh Gaza dengan veto ini. 

Selama ini, agresi mematikan Israel memang sebagian besar didukung oleh AS dan narasi yang terus-menerus meniru militer Israel dan pemerintah Israel, namun tidak melakukan tindakan signifikan di lapangan. “Dan itulah sebabnya kita melihat serangan terus berlanjut di mana-mana di Jalur Gaza, menyebabkan lebih banyak korban sipil – juga menyebabkan kehancuran besar dan lebih banyak pengungsian paksa dari bagian utara Jalur Gaza,” tulis Aljazirah.

Serangan Israel di Gaza telah menewaskan 13 orang dan melukai 85 lainnya selama 24 jam terakhir, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut. Ini menjadikan total korban tewas perang di Gaza menjadi 43.985 orang. Sebanyak 104.092 orang lainnya di Gaza terluka dalam perang tersebut, kata kementerian tersebut, dan mencatat bahwa banyak korban masih terjebak di daerah yang tidak dapat dijangkau oleh tim penyelamat.

Departemen Luar Negeri AS mencoba membela hak veto AS terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai gencatan senjata di Gaza. “Resolusi tersebut memang menyerukan pembebasan sandera. Apa yang tidak mereka lakukan adalah menghubungkan pembebasan sandera dengan gencatan senjata segera dan tanpa syarat,” kata juru bicara Matthew Miller dalam jumpa pers. 

Sementara di DK PBB, yang semuanya mendukung resolusi tersebut, mengkritik keras AS karena menghalangi tindakan yang diajukan oleh 10 anggota terpilih dewan tersebut. Duta Besar Prancis, Nicolas de Riviere, mengatakan resolusi tersebut “sangat tegas” mengharuskan pembebasan para tawanan. Setelah memblokir resolusi sebelumnya mengenai Gaza, Washington pada bulan Maret abstain dari pemungutan suara yang memungkinkan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera diloloskan.

Chris Hedges, seorang komentator politik dan penulis, mengatakan AS memveto resolusi terbaru Dewan Keamanan mengenai Gaza karena AS tidak melihat potensi gencatan senjata sebagai sesuatu yang permanen, melainkan sebuah gencatan senjata yang memungkinkan para tawanan meninggalkan Gaza. 

“Semua sandera bisa saja dibebaskan pada 8 Oktober [2023],” kata Hedges kepada Aljazirah. “Para sandera tersebut diambil untuk membebaskan sekitar 10.000 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel, banyak di antaranya tanpa proses hukum.” 

“Anda bisa membuat argumen yang cukup kuat” bahwa Israel membunuh sebagian besar tawanan yang kehilangan nyawa mereka di Gaza, kata Hedges. “Itu adalah keputusan Israel,” katanya.

Sementara kelompok Hamas menuduh AS “bertanggung jawab langsung” atas “perang genosida” Israel di Gaza setelah mereka memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata.

photo
Bagaimana AS TErlibat Genosida di Gaza? - (Republika)

“Sekali lagi, Amerika Serikat menunjukkan bahwa mereka adalah mitra langsung dalam agresi terhadap rakyat kami, bahwa mereka adalah kriminal, membunuh anak-anak dan perempuan serta menghancurkan kehidupan sipil di Gaza, dan bahwa mereka bertanggung jawab langsung atas perang genosida dan pembersihan etnis, sama seperti pendudukan [Israel],” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Wakil duta besar misi Palestina untuk PBB, Majed Bamya, mengatakan serangan mematikan Israel yang sedang berlangsung di Gaza tidak ada hubungannya dengan tawanan Israel yang ditahan di sana. Gencatan senjata akan menyelamatkan “semua nyawa” di wilayah kantong yang terkepung, katanya kepada Dewan Keamanan PBB setelah pemungutan suara terbaru mengenai resolusi gencatan senjata di Gaza. 

Bamya mengecam situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza, di mana kelaparan sedang terjadi dan sudah menjadi “kenyataan di Gaza utara”, katanya. “Dunia seharusnya tidak terbiasa dengan kematian warga Palestina, melihat anak-anak Palestina kelaparan,” kata Bamya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement