Kamis 24 Oct 2024 10:40 WIB

Dino Sentil Pigai Soal Rp 20 Triliun, Sang Menteri tak Terima, Beberkan Proyek Besar

Dino sebut pernyataan Menteri menaikkan anggaran jadi Rp 20 triliun tak masuk akal.

Menteri HAM Natalius Pigai.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai untuk menaikkan anggaran Kementerian HAM menjadi Rp 60 triliun menuai kontroversi. Salah satu yang menanggapi itu adalah mantan dubes AS di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dino Pati Djalal.

Lewat akun di X, Dino Pati Djalal berpendapat bahwa pernyataan Menteri HAM Natalius Pigai untuk menaikkan anggaran dari Rp 60 miliar menjadi Rp 20 triliun adalah hal yang tidak masuk akal. "Dan tidak akan mungkin dikabulkan Presiden Prabowo, Menteri Keuangan dan DPR karena akan menghamburkan uang negara utk program2 yg tidak jelas dan akan berbuntut korupsi," cicit Dino.

Baca Juga

Menurutnya, Menteri sebaiknya jangan menyulitkan Presiden, dan harus jaga kredibilitas Kementerian. "Koordinasi dulu dgn Menkonya, Setneg dan kantor Presiden sebelum membuat pernyataan kebijakan yg berisiko tinggi. Ingat, anda sekarang pejabat Pemerintah, bukan aktifis lagi. Credibility is everything."

Natalius Pigai tidak diam dengan sentilan tersebut. Pigai mengaku dengan anggaran tersebut ia akan Universitas HAM bertaraf International terpadu dengan Pusat Studi HAM (Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia dan Kawasan Amerika ). Selain itu juga Laboratorium HAM termasuk forensik, Rumah Sakit HAM dan lain sebagaikan.

Lembaga-lembaga tersebut akan dipimpin oleh putra Indonesia berkelas dunia bidang HAM. "Dan ini Icon Indonesia di Panggung HAM dunia bahkan satu satu ya di dunia," cicitnya.

Kemudian ia juga ingin membangun kesadaran HAM di 78 Ribu Desa serta masih banyak lagi."Pak Dino sebaiknya perlu belajar HAM dan pahami kontek pernyataan Sy bahwa 'saya si maunya 20 T kalau negara sanggup'."

Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar angkat bicara soal Menteri HAM Natalius Pigai yang ingin penambahan anggaran hingga Rp 20 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement