REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Dua pekan belakangan, pasukan penjajahan Israel (IDF) memblokade bagian utara Gaza, melarang masuk bantuan dan makanan, serta melakukan pemboman terus menerus. Sejumlah prajurit IDF mengakui, agresi itu adalah bagian dari Rencana Jenderal yang juga dikenal sebagai Rencana Eiland, untuk pembersihan etnis di Gaza utara.
Sederhananya, usulan sekelompok tentara cadangan senior ini melibatkan pembersihan etnis di Jalur Gaza bagian utara; dan kemudian mengepung wilayah tersebut, termasuk menghentikan masuknya pasokan kemanusiaan, untuk membuat kelaparan semua orang yang tersisa, termasuk para pejuang Palestina.
Saat ini, tanda-tanda bahwa rencana itu dijalankan telah terlihat di utara Gaza. Sudah dua pekan bantuan pangan dilarang masuk ke wilayah tersebut, menimbulkan kelaparan yang meluas. Israel juga terus melakukan pemboman terhadap wilayah-wilayah pengungsian di Jabalia di utara Gaza. Pada Kamis (17/10/2024), sedikitnya 19 syahid dalam serangan Israel di sebuah sekolah tempat mengungsi di Jabalia.
Dilansir Middle East Eye, Rencana Jenderal dipublikasikan pada akhir September 2024 oleh Forum Komandan dan Prajurit Cadangan, sebuah LSM Israel yang mendefinisikan dirinya sebagai badan profesional dengan lebih dari 1.500 perwira militer.
Inti dari rencana tersebut adalah menghentikan bantuan kemanusiaan mencapai Gaza utara; dan menggunakan kelaparan sebagai pengaruh. Ini memiliki dua tahap.
Yang pertama adalah “evakuasi penduduk dari Jalur Gaza utara”. Hal ini telah menjadi bagian dari pemikiran militer Israel bahkan sebelum Rencana Jenderal. Pada November 2023, tentara mengumumkan bahwa 95 persen penduduk Gaza utara telah pindah ke selatan dan diperkirakan tidak akan kembali.
Namun diperkirakan 400.000 warga Palestina masih berada di Jalur Gaza utara. Kebanyakan dari mereka berlindung di daerah yang diperintahkan militer untuk mereka tinggalkan dan menuju ke zona kemanusiaan al-Mawasi yang penuh sesak di wilayah selatan. Beberapa pengungsi telah direlokasi lebih dari 10 kali.
Bergerak ke selatan, warga Palestina akan melintasi Koridor Netzarim, zona militer buatan Israel yang membentang dari timur ke barat dan membelah Jalur Gaza menjadi dua.
Pada Februari, Channel 14 News melaporkan bahwa jalan berbenteng sedang dibangun di dalam koridor tersebut, menyelesaikan pengepungan Jalur Gaza bagian utara dan membuatnya lebih mudah untuk mengusir warga sipil dari wilayah tersebut.
Shimon Orkabi, komandan Batalyon 601 Korps Teknik, yang bertanggung jawab untuk pengaspalan jalan, mengatakan kepada situs tersebut bahwa salah satu tujuannya adalah “untuk mencegah jalur dari selatan ke utara dan mengendalikannya dengan sangat tepat”.
Setelah warga Palestina diusir dari Gaza utara, yang menurut rencana akan memakan waktu seminggu, tahap kedua dapat dilanjutkan: transformasi Gaza utara menjadi zona militer tertutup.
Rencananya, wilayah tersebut akan dikenakan “blokade penuh dan ketat, termasuk mencegah pergerakan ke dan dari wilayah tersebut, dan mencegah masuknya pasokan, termasuk makanan, bahan bakar, dan air”.
Siapa pun yang tersisa akan diperlakukan sebagai kombatan. Video rencana tersebut di YouTube menyatakan bahwa anggota Hamas yang masih tersisa dapat memilih untuk “menyerah atau mati kelaparan”. Setelah itu, “akan mungkin untuk memasuki dan membersihkan wilayah Kota Gaza”.
Media Israel telah melaporkan bukti bahwa rencana pembersihan etnis di Gaza utara dan membunuh warga Palestina yang masih tinggal sedang berlangsung. Tiga tentara cadangan Israel yang bertugas di Gaza mengatakan kepada Haaretz minggu ini bahwa mereka yakin “Rencana Jenderal”, yang juga dikenal sebagai Rencana Eiland, sedang dilaksanakan.
“Tujuannya adalah untuk memberikan batas waktu bagi penduduk yang tinggal di utara wilayah Netzarim untuk pindah ke selatan jalur tersebut. Setelah tanggal ini, siapa pun yang tetap tinggal di utara akan dianggap musuh dan akan dibunuh,” kata seorang tentara yang ditempatkan di Koridor Netzarim.
“Ini tidak sesuai dengan standar hukum internasional apa pun. Orang-orang duduk dan menulis perintah sistematis dengan grafik dan konsep operasional, yang pada akhirnya Anda akan menembak siapa pun yang tidak ingin pergi. Keberadaan ide ini sungguh tak terduga.”
Selama 10 hari terakhir, ketika pasukan Israel memerintahkan ratusan ribu orang untuk meninggalkan Gaza utara sebelum melancarkan serangan baru, media dan analis Israel menyatakan bahwa militer sedang melaksanakan rencana kontroversial ini.
Siapa di balik Rencana Jenderal?