Laporan Muhammad Rabah dari Gaza
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Saat berbagai negara berlomba-lomba dalam kualifikasi menuju Piala Dunia 2026, warga Gaza menunjukkan keteguhan mereka mengolah si kulit bundar. Meski sebagian tubuh hilang, para atlet sepak bola yang terpaksa diamputasi karena serangan Israel kembali berlaga di lapangan hijau.
Pada hari Senin, “Hope Championship” alias “Kejuaraan Harapan” untuk pesepakbola yang diamputasi secara resmi diluncurkan di Jalur Gaza, menandai acara olahraga pertama sejak agresi Israel. Turnamen ini diselenggarakan oleh yayasan Turki Deniz Feneri bekerja sama dengan Asosiasi Sepak Bola Amputasi Palestina, dan diadakan di Stadion Union Club di Deir al-Balah, Gaza tengah.
Sekitar 50 pemain ambil bagian, sebagian besar diamputasi akibat serangan Israel. "Saya terluka selama perang tahun 2021 ketika tentara Israel mengebom rumah kami di Kota Gaza, yang mengakibatkan kaki kanan saya diamputasi," Farah Asleem, pemain berusia 15 tahun, berbagi kisahnya kepada jurnalis Muhammad Rabah di Gaza.
Ia menuturkan bahwa sepak bola sudah menjadi olahraga favoritnya jauh sebelum kakinya diamputasi. "Saya datang ke sini hari ini untuk memainkan olahraga favorit saya, sama seperti dulu sebelum kaki saya diamputasi. Saya ingin menghidupkan kembali kenangan itu dan mengirimkan pesan kepada semua yang terluka: jangan pernah menyerah."
Ia juga menyemangati para pemain sepak bola yang bernasib sepertinya. "Bagi orang-orang seperti saya—meskipun engkau terluka dan diamputasi—jangan berhenti. Teruslah maju dan kejar impianmu.”
Mohammad Alaywah, pemain Tim Sepak Bola Amputasi Palestina, mengatakan bahwa kesertaan mereka dalam helatan olahraga itu bukan sekadar mencari keringat.
"Hari ini, kami berada di Deir al-Balah untuk berpartisipasi dalam kejuaraan ini untuk memberitahu dunia: kami adalah pemilik sah atas tanah ini, dan kami tidak akan pernah meninggalkan harapan kami."
"Kami mungkin kehilangan anggota tubuh kami, namun kami tidak kehilangan harapan atau tekad. Kami mempunyai impian, dan kami di sini untuk menyampaikan pesan bahwa kami berupaya untuk mewujudkannya."
Alaywah mengatakan, bahwa impian terbesarnya adalah bermain mewakili Palestina di gelanggang internasional. Sejauh ini, penjajahan Israel jadi halangan utama baginya mewujudkan mimpi tersebut.
“Saya berharap perbatasan dibuka sehingga kita dapat melakukan perjalanan dan bermain di bawah nama Negara Palestina," kata dia.
Kejuaraan ini diadakan di tengah kondisi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza, di mana perang telah menyebabkan ribuan orang terluka, termasuk ratusan orang yang diamputasi, dan menyebabkan kerusakan infrastruktur yang luas—termasuk fasilitas olahraga.
Terlepas dari tantangan-tantangan ini, penyelenggara berhasil menyelenggarakan acara tersebut, yang menarik perhatian publik dan media, yang mencerminkan kerinduan mendalam masyarakat akan kehidupan dan kegembiraan.