REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua personel penjaga perdamaian asal Indonesia mengalami luka ringan akibat serangan militer Israel terhadap menara observasi di Markas UNIFIL di Naqoura, Lebanon, Kamis pagi waktu setempat. Serangan IDF kepada UNIFIL berlangsung terhadap bangunan menara pengamatan OP-4 di Green Hill, Naqoura.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, serangan terhadap tower di Naqoura mengakibatkan dua personel yang terluka. "Dan kedua penjaga perdamaian tersebut adalah personel dari Indonesia," kata Retno di sela-sela rangkaian kegiatan KTT Ke-45 ASEAN di Vientiane, Laos, Jumat.
Namun terlepas dari hal tersebut, muncul pertanyaan, sebenarnya, bolehkah pasukan penjaga perdamaian PBB tersebut menyerang balik lawannya? Mengutip dari laman peacekeeping.un.org bagian principles of peacekeeping disebutkan di situ bahwa pasukan penjaga perdamaian boleh menyerang balik. Namun ada syaratnya atas serangan balik tersebut.
Ditegaskan di laman tersebut, operasi penjaga perdamaian PBB bukanlah alat penegakan hukum. Meski demikian pasukan diizinkan untuk melakukan aksi militer defensif dalam kondisi tertentu.
Menurut ketentuan yang berlaku, penggunaan kekuatan oleh pasukan penjaga perdamaian hanya diperbolehkan dalam hal pembelaan diri atau untuk melindungi mandat mereka. Dewan Keamanan PBB dapat memberikan mandat "kuat" yang mengizinkan pasukan tersebut untuk menggunakan "segala cara yang diperlukan" untuk mencegah gangguan terhadap proses politik, melindungi warga sipil dari ancaman serangan fisik, dan membantu otoritas nasional dalam mempertahankan hukum dan ketertiban.
"Dalam situasi yang sangat tidak stabil, mandat ini memungkinkan pasukan penjaga perdamaian untuk mengambil tindakan defensif jika diserang terlebih dahulu," demikian keterangannya. Namun, penting untuk dicatat bahwa penggunaan kekuatan oleh pasukan ini haruslah sebagai langkah terakhir. Setiap tindakan harus dilakukan dengan proporsionalitas dan harus meminimalkan penggunaan kekuatan, selaras dengan prinsip bahwa kekuatan harus digunakan dalam kadar yang paling sedikit untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Penting juga untuk digarisbawahi, bahwa pasukan penjaga perdamaian tidak boleh disamakan dengan penegakan perdamaian, yang tidak memerlukan persetujuan dari pihak-pihak yang berkonflik. Penegakan perdamaian memungkinkan penggunaan kekuatan militer pada tingkat strategis tanpa persetujuan, yang umumnya dilarang bagi negara anggota di bawah Pasal 2(4) Piagam PBB.
Keputusan untuk menggunakan kekuatan harus dilakukan di tingkat yang sesuai dalam misi, berdasarkan kombinasi berbagai faktor, termasuk situasi di lapangan, politik lokal, serta dampak terhadap misi secara keseluruhan. Dengan demikian, setiap tindakan pasukan penjaga perdamaian PBB dalam merespons agresi tidak hanya berimplikasi pada situasi keamanan lokal tetapi juga di tingkat politik internasional.
Sebagai kesimpulan, pasukan penjaga perdamaian PBB dapat menyerang balik hanya jika mereka diserang terlebih dahulu dan dengan pertimbangan matang untuk menjaga stabilitas dan integritas misi mereka. Dan tentu sudah mendapat lampu hijau dari Dewan Keamanan PBB.
Artikel ini disusun dengan bantuan artificial intelligence dan sudah melewati proses editing redaksi.