REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Seorang politikus Venezuela, María Corina Machado, mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian 2025. Kabar ini disampaikan Komite Nobel Norwegia pada Jumat (10/10/2025) waktu setempat.
Dalam keterangan resminya, Komite Nobel mengemukakan alasan pemberian hadiah itu. Machado dinilai telah bekerja keras dalam "mempromosikan hak demokratis untuk rakyat Venezuela." Di samping itu, wanita tersebut dipandang berjasa dalam perjuangan "untuk mewujudkan transisi yang adil dan damai" dari kediktatoran menuju demokrasi di negaranya.
María Corina Machado lahir pada 7 Oktober 1967 di Caracas, Venezuela. Peraih gelar sarjana teknik industri Andres Bello Catholic University itu mendirikan organisasi relawan bernama Sumate pada 2002. Dalam hal ini, ia bekerja sama dengan Alejandro Plaz, seorang konsultan manajemen yang pernah bekerja di for McKinsey 20 tahun lamanya.
Pada 2003, Sumate mengorganisasikan kampanye untuk referendum penarikan kembali jabatan presiden Venezuela saat itu, Hugo Chavez. Ketentuan mengenai referendum dijamin dalam Pasal 72 Konstitusi Venezuela. Beleid itu membolehkan warga negara untuk meminta penarikan kembali jabatan jika tanda tangan terkumpul dari 20 persen pemilih.
Meskipun upaya konstitusional itu berujung kegagalan, Sumate mulai menjadi gerakan politik yang diperhitungkan. Chavez menuding Machado sebagai "perencana kudeta" dan "antek Amerika."
Dia kemudian mendirikan partai politik Vente Venezuela pada 2013. Sebagaimana sikapnya terhadap Chavez, ia pun terus mengkritik Nicolas Maduro, presiden Venezuela, yang dipandangnya mengabaikan hak asasi manusia (HAM).
Pada 2011, Machado terpilih sebagai anggota Majelis Nasional Venezuela. Sebagai legislator, ia dikenal akan pendirian kerasnya melawan pemerintah. Keterlibatannya dalam aksi demonstrasi pada 2014 membuatnya dikeluarkan dari Majelis Nasional dan diselidiki dugaan pidananya oleh pemerintah.
Pendukung Israel
Dilansir dari laman Venezuelan Voices, pada tahun 2020 Partai Vente Venezuela menandatangani perjanjian kerja sama dengan Likud. Kedua belah pihak sepakat untuk berkolaborasi dalam isu-isu politik, ideologis, dan sosial serta strategi, geopolitik, dan keamanan.
Sebagai informasi, Likud adalah partai politik berhaluan sayap kanan ekstrem di Israel. Sejak 2005 hingga saat ini, Benjamin Netanyahu memimpin partai tersebut. Dalam rentang waktu tersebut, pelaku utama Genosida Gaza itu pun menjabat perdana menteri (PM) Israel selama dua periode, yakni 2009-2021 dan 2022 hingga sekarang.
Dilansir dari The Week, ada rumor bahwa pada 2018 Machado bersurat kepada Netanyahu. Isinya memuat permintaan tokoh Vente itu tentang kemungkinan penggunaan "kekuasaan", kemungkinan termasuk intervensi militer, dalam melawan pemerintahan Venezuela yang dikepalai Maduro. Machado menyebut keterkaitan antara rezim Maduro dan Iran serta kelompok-kelompok ekstremis sebagai alasan perlunya intervensi demikian.
Secara terbuka, Machado juga menegaskan dukungannya terhadap eksistensi Israel. Dalam sebuah unggahan di akun media sosial pribadinya pada 2019, ia menulis: "Perjuangan Venezuela adalah perjuangan Israel." Ia pun menautkan tweet itu dengan akun Netanyahu.
Hoy le deseo un Feliz Día de la Independencia al Estado de #Israel.
Celebramos, junto a ustedes, sus 73 años de existencia, como ejemplo de innovación, progreso, visión de futuro y, sobre todo, de libertad. pic.twitter.com/0WxrrEebPy
— María Corina Machado (@MariaCorinaYA) April 14, 2021
Mengenai konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas sejak Oktober 2023, Machado lagi-lagi menegaskan dukungannya pada entitas zionis. Ia menyatakan penolakan totalnya pada "serangan teroris" yang dilakukan Hamas.