REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov mendesak Iran dan Israel untuk menahan diri. Rusia berharap semua pihak yang terlibat dalam konflik di Timur Tengah untuk menyatakan gencatan senjata.
"Eskalasi kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini harus segera dihentikan, dan pertempuran di zona konflik Palestina-Israel harus dihentikan," katanya dalam konferensi di Moskow, Kamis (3/10/2024).
Ia menyoroti konsekuensi sangat mendalam dari krisis saat ini, yang dipicu oleh kebijakan destruktif Israel dan Amerika Serikat. Ryabkov mengatakan, Moskow tidak menghubungi Washington mengenai situasi di Timur Tengah karena kedua negara memiliki "pendekatan yang berlawanan," tetapi menjalin "kontak paling dekat" dengan Iran.
"Kami (Rusia dan Iran) memiliki pengalaman kerja sama yang sangat baik di berbagai bidang. Saya pikir hari ini adalah momen ketika hubungan ini sangat penting," katanya.
Pada malam 1 Oktober, Korps Garda Revolusi Islam (ISRG), unit elite Angkatan Bersenjata Iran, melancarkan serangan rudal balistik dan hipersonik besar-besaran ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon, Hassan Nasrallah.
Teheran mengeklaim bahwa 90 persen rudal berhasil mengenai sasaran yang dituju, sementara Israel mengatakan sebagian besar rudal berhasil dicegat. Verifikasi independen atas klaim tersebut sulit dilakukan karena konflik yang sedang berlangsung.
Mengomentari keputusan Israel untuk menyatakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebagai persona non grata, Ryabkov mengatakan bahwa tindakan itu merupakan bentuk pengabaian terhadap sistem internasional. "Kita berhadapan dengan cerminan pengabaian yang arogan terhadap dasar-dasar fungsi sistem internasional. Hal ini sangat disesalkan," tegasnya.
Pada 2 Oktober, kepala urusan luar negeri Israel, Israel Katz, melarang Guterres memasuki negara tersebut dan menyatakannya sebagai persona non grata karena "kurangnya kecaman atas serangan Iran terhadap Israel."