Jumat 27 Sep 2024 17:20 WIB

PT DI Tetap Ingin Wujudkan Jet Boramae Bersama Korsel

Menurut kami, PT DI harus fight untuk bisa mendapatkan porsi pada saat komersialnya.

Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia, Marsda (Purn) Gita Amperiawan.
Foto: Republika.co.id/Erik Purnama Putra
Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia, Marsda (Purn) Gita Amperiawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih tetap ingin terlibat dalam program pengembangan jet tempur KFX/IFX yang sekarang bernama KF-21 Boramae. Dari semula kontribusi Indonesia 20 persen, kini menjadi hanya tujuh persen setelah sempat mengalami kesulitan pembayaran.

Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia, Marsda (Purn) Gita Amperiawan mengatakan, angka 7 persen masih cukup signifikan dalam keterlibatan pengembangan jet tempur generasi 4,5 bersama Korea Selatan (Korsel). Menurut dia, PT DI berkomitmen ingin mewujudkan jet tempur Boramae sampai bisa operasional.

Baca Juga

"Kita harus wujudkan, harus tunjukkan bahwa kemajuannya atau dampaknya atau hasilnya juga signifikan bagi kemajuan industri kedirgantaraan kita. Itu jadi tugasnya PT DI seperti itu dan kami betul-betul harus menyiapkan ini," kata Gita saat ditemui di Hanggar PT DI, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).

Menurut dia, pemerintah Indonesia sudah mengucurkan dana triliunan rupiah untuk pengembangan jet Boramae. Karena itu, Indonesia tetap ingin ambil bagian secara maksimal dalam program produksi jet tempur bersama Korsel.

"Karena 7 persen ini bicara Rp 7 triliun bukan uang yang sedikit ya. Jadi kita harus yakinkan kepada pemerintah, kepada pemerintah kita bahwa dengan 7 persen ini akan ada signifikan dampak yang bisa kita industri dirgantara rasakan," kata Gita.

Selain itu, Gita mengakui, kontribusi yang berkurang dalam pengembangan jet Boramae bukan berarti insinyur PT DI tidak terlibat secara signifikan di dalamnya. "Nah, jadi 7 persen itu adalah kita membangun kemampuannya. Sehingga PT DI itu harus ya, menurut saya, menurut kami PT DI ini harus fight untuk bisa mendapatkan porsi pada saat komersialnya. Pada saat, bukan-bukan, mass production-nya," kata Gita.

Sebelumnya, Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan (Korsel) dilaporkan telah setuju untuk mengurangi kontribusi finansial Indonesia dalam proyek pengembangan pesawat tempur KF-21. Hal itu sebagai tanggapan atas penundaan pembayaran yang berulang dari negara Asia Tenggara tersebut.

DAPA  Korsel mengumumkan pada 16 Agustus 2024, kontribusi Indonesia telah dipangkas dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won. Menurut laporan Yonhap, proyek KF-21, yang dimulai pada 2015, bertujuan untuk mengembangkan pesawat tempur supersonik mutakhir.

Indonesia awalnya berjanji untuk menanggung 20 persen dari total biaya proyek yang diperkirakan mencapai 8,1 triliun won. Namun, karena kesulitan keuangan yang diperparah oleh pandemi Covid-19 dan dampak lanjutannya, Indonesia baru bisa menyumbang sekitar 400 miliar won hingga saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement