REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum keluarga almarhumah dokter Aulia Risma Lestari (ARL), Misyal Achmad, mengatakan, ketua program studi (kaprodi) PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan perundungan terhadap ARL. Hal itu karena kaprodi PPDS Anestesi telah melakukan pembiaran terhadap praktik perundungan kepada ARL.
Misyal mengungkapkan, keluarga ARL telah beberapa kali melapor kepada kaprodi PPDS Anestesi Undip tentang dugaan aksi perundungan dan jam kerja eksesif yang dialami ARL selama menjalani pendidikan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.Kariadi. Namun, kaprodi tidak pernah memberi tanggapan atau respons.
"Kalau sampai nanti pembuktian itu benar di kepolisian, dengan data-data dan bukti yang kita kasih, maka kaprodi itu bisa juga dijadikan tersangka. Ada pembiaraan. Karena dia yang seharusnya bertanggung jawab," kata Misyal, Kamis (19/9/2024).
Saat ini kaprodi PPDS Anestesi Undip dijabat oleh pejabat berinisial TEN. Dalam kasus dugaan perundungan terhadap ARL, pihak keluarga sudah melaporkan senior-senior terduga pelaku ke Polda Jateng. "Kami belum tahu secara pasti siapa saja pelaku itu. Yang jelas adalah senior yang kita laporkan yang sedang disidik pihak kepolisian," ujar Misyal.
Misyal mengatakan, ia sudah mengusulkan beberapa ahli untuk turut dimintai keterangan oleh tim penyidik. "Ada beberapa ahli yang kita ajukan, ahli pidana juga. Yang jelas kita enggak ambil dari Undip," ucapnya.
Ibunda almarhumah ARL, Nuzmatun Malinah, pun akhirnya buka suara soal dugaan perundungan, termasuk pemerasan, yang dialami putrinya. "Saya sebenarnya ingin menceritakan, tapi saya enggak sanggup untuk menceritakan," demikian kalimat pertama yang diucapkan Nuzmatun dengan suara bergetar dalam konferensi pers (konpers) yang digelar di PO Hotel, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (18/9/2024) malam.
Dalam konpers tersebut, Nuzmatun didampingi kuasa hukumnya, Misyal Achmad. Tante dari ARL juga turut hadir menemani Nuzmatun.
Kepada awak media, dengan sesekali terhenti karena tak kuasa menahan tangis, Nuzmatun menceritakan sepenggal demi sepenggal kejadian-kejadian yang dialami putrinya selama melaksanakan PPDS Anestesia di RSUP Dr. Kariadi.
Hal pertama yang diceritakan Nuzmatun adalah bagaimana ARL harus bekerja hampir 24 jam. Rutinitas seperti itu sudah harus dijalani ARL sejak melaksanakan PPDS Anestesia pada 2022.
"Sampai akhirnya, ketika dia pulang dari rumah sakit, bulan Agustus tahun 2022, karena saking ngantuknya, dia nyetir motor jatuh ke selokan," ucap Nuzmatun dengan suara terisak.
Pascakecelakaan, ARL sempat menjalani operasi sebanyak dua kali. Namun sejak insiden itu ARL kerap mengalami sakit di bagian kaki dan punggungnya. Namun dia tetap harus menjalani rutinitasnya seperti sebelumnya.
"Sudah sakit masih dibentak-bentak (senior) karena tugasnya lelet untuk bawa makanan, minuman, dari lantai satu ke lantai dua. Tidak boleh pakai troli, harus bawa sendiri," kata Nuzmatun.