Jumat 06 Sep 2024 19:49 WIB

IM57+ Institute Nilai Nurul Ghufron Layak Dicoret dari Daftar Seleksi Calon Pimpinan KPK

Nurul Ghufron saat ini lolos ke tahap 40 besar capim KPK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat tiba untuk mengikuti sidang etik  dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (21/5/2024). Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi etik sedang berupa teguran tertulis kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait penyalahgunaan pengaruh atau jabatan di balik mutasi ASN Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam putusannya, Dewas KPK menilai Ghufron mempergunakan pengaruhnya sebagai Pimpinan KPK. Selain itu mejelis juga memutuskan untuk memotong gaji Nurul Ghufron sebesar 20 persen selama enam bulan.
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat tiba untuk mengikuti sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (21/5/2024). Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi etik sedang berupa teguran tertulis kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait penyalahgunaan pengaruh atau jabatan di balik mutasi ASN Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam putusannya, Dewas KPK menilai Ghufron mempergunakan pengaruhnya sebagai Pimpinan KPK. Selain itu mejelis juga memutuskan untuk memotong gaji Nurul Ghufron sebesar 20 persen selama enam bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute menilai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron layak dicoret dari seleksi calon pimpinan KPK periode 2024–2029. Sebab, Ghufron baru saja terbukti bersalah melanggar etik.

Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha memandang dasar putusan etik ini menjadi bukti tidak terbantahkan untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron dalam proses seleksi Capim KPK.

Baca Juga

"Putusan etik ini mengungkap fakta-fakta penting termasuk tindakan Nurul Ghufron yang menghubungi pejabat Kementan pada saat KPK menangani kasus mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL)," kata Praswad kepada wartawan, Jumat (6/9/2024).

Ghufron terbukti bersalah memakai pengaruh sebagai Wakil Ketua KPK guna kepentingan pribadi berupa membantu mutasi ASN di Kementerian Pertanian berinisial ADM dari Jakarta ke Malang. Saat itu, Ghufron mengontak mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyo supaya proses pemindahan ADM dipercepat.

Padahal di saat yang sama, Kasdi ialah terdakwa dalam perkara pemerasan yang dijerat bersama SYL. Kasus itu diusut oleh KPK.

"Dengan adanya putusan etik yang menyatakan bahwa Nurul Ghufron telah melanggar kode etik, harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron," kata Praswad.

Apabila Pansel tidak menggugurkan Nurul Ghufron maka menurut Praswad percuma dilakukan serangkaian seleksi untuk menghimpun berbagai informasi mengenai calon pimpinan KPK. Sebab publik pasti akan pesimis terhadap hasil seleksinya.

"Tindakan tetap mempertahankan Nurul Ghufron akan membangun skema bahwa benar proses seleksi dilakukan hanya untuk formalitas belaka," ujar Praswad.

Praswad juga mengingatkan pimpinan KPK wajib berkepribadian luhur. Sehingga sosok pelanggar etik tak layak duduk di kursi pimpinan KPK.

"Sosok Capim KPK yang melanggar etik bahkan saat dia sedang menjabat sebagai Pimpinan KPK niscaya ke depannya akan menghasilkan berbagai potensi keputusan dan tindakan yang melanggar etik pula," ujar Praswad.

Sebelumnya, Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Ghufron dijatuhi sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji 20 persen selama enam bulan oleh Dewas KPK.

Ghufron dinilai terbukti menyalangunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement