REPUBLIKA.CO.ID, GAZA — Hamas dikabarkan menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru menggantikan Ismail Haniyeh yang syahid, Rabu (31/7/2024) pekan lalu. Kantor berita Reuters mengabarkan, Sinwar resmi ditunjuk pada Selasa (6/8/2024) sebagai pemimpin faksi terbesar Gerakan Perlawanan Islam untuk Palestina di Jalur Gaza itu.
“Gerakan Perlawanan Islam - Hamas, mengumumkan hasil pemilihan Yahya Sinwar sebagai Kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Hamas, menggantikan Ismail Haniyeh yang telah wafat,” begitu pernyataan resmi Hamas yang dikutip dari Reuters, pada Rabu (7/8/2024) dini hari.
Reuters mengabarkan, usai mengumumkan Yahya Sinwar sebagai pemimpin Hamas, sayap militer faksi politik di Jalur Gaza tersebut merayakannya dengan melakukan roket salvo, dan menembakkan beberapa roket ke arah kantung-kantung militer Zionis Israel.
Yahya Sinwar kelahiran Oktober 1962. Ia lahir di Kamp Pengungsian di Khan Younis 63 tahun lalu. Ketika itu, kamp pelarian tersebut masih dalam penguasaan militer Mesir selama Perang Arab-Zionis Israel 1948, atau yang dikenal sebagai al-Naqba. Keluarga, dan kedua orang tua Yahya Sinwar, diusir paksa dari tanah moyangnya di Majdal Asqalan, yang sekarang dberganti nama menjadi Ashkelon dalam peta aneksasi Zionis Israel.
Media di Palestina, al-Quds News Network menyebutkan Yahya Sinwar, adalah penganut Islam Sunni.
Lahir di pengungsian, dan besar di zona peperangan di Jalur Gaza, namun Yahya Sinwar tetap berpendidikan. Yahya Sinwar tercatat memiliki gelar kesarjanaan di Universitas Islam Gaza.
Pada 1980-an, Yahya Sinwar mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan politik. Aktivismenya ketika itu sempat berujung pada pemenjaraan. Saat di Penjara Far’a, pada awal-awal 1980-an, Yahya Sinwar mulai berkenalan dengan aktivis dan pejuang-pejuang Hamas, termasuk berkelindan dalam sayap militer Hamas-Brigade al-Qassam.
Reputasi Yahya Sinwar di Hamas, paling disorot menjelang ujung 1985-an. Ketika itu, dia digelari ‘Penjagal dari Khan Younis’ dalam gerakan al-Majd. Gelar tersebut mengacu pada reputasinya yang dianggap berhasil mengidentifikasi, bahkan menghabisi orang-orang yang mengaku sebagai Palestina, tetapi berkolaborasi dan menjadi antek-antek Zionis Israel.
Pada 1988 Yahya Sinwar pernah diberitakan melakukan pembunuhan terhadap dua tentara Zionis Israel, dan empat orang Palestina yang menjadi mata-mata Zionis Israel.
Reputasi tersebut, membawa Yahya Sinwar yang juga dikenal sebagai Abu Ibrahim keluar masuk penjara di Israel selama kurang lebih 22 tahun. Pada 2011, Yahya Sinwar menjadi salah-satu pejuang Hamas yang dibebaskan melalui pertukaran tawanan saat pejuang di Jalur Gaza berhasil menyandera tentara Zionis Israel, Ghilat Salid.