REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Studi terbaru memerkirakan, jumlah korban jiwa di Jalur Gaza akibat dua tahun lebih agresi Israel kemungkinan melebihi 100.000 jiwa. Sementara angka harapan hidup pada 2024 telah turun “hingga hampir setengah” dari tingkat yang diperkirakan di luar serangan militer Israel, demikian hasil sebuah studi baru yang mengungkapkan.
Studi tersebut dilakukan oleh tim peneliti dari Max Planck Institute for Demographic Research (MPIDR), lembaga bergengsi yang berbasis di Jerman dan Center for Demographic Studies (CED) yang berbasis di Barcelona.
“Dengan menggunakan pendekatan pemodelan pseudo-Bayesian, penelitian ini memperkirakan 78.318 (70.614-87.504) orang terbunuh di Gaza antara 7 Oktober 2023 hingga akhir tahun 2024 sebagai akibat langsung dari konflik tersebut,” demikian siaran pers MPIDR.
“Dalam analisis selanjutnya yang dilakukan setelah publikasi, penulis menemukan bahwa pada tanggal 6 Oktober 2025, jumlah kematian terkait konflik di Gaza kemungkinan besar telah melampaui 100.000 jiwa.”
Jumlah itu jauh melampaui perhitungan Kementerian Kesehatan Gaza. Kementerian itu mencatat jumlah korban jiwa saat ini mencapai 68.858 orang dan 170.664 orang luka-luka sejak 7 Oktober 2023.
Sejak gencatan senjata yang ditengahi AS mulai berlaku pada 11 Oktober, 226 warga Palestina telah syahid dan 594 lainnya luka-luka. Namun kementerian itu juga kerap mengingatkan masih banyak jenazah yang dibom Israel dan belum dievakuasi.
Menurut Palestine Chronicle, para peneliti mengembangkan pendekatan “untuk menganalisis dampak perang” terhadap angka kematian, dengan menggabungkan dan menyebarkan ketidakpastian besar seputar data yang tersedia mengenai konflik saat ini di Gaza.
Pernyataan tersebut mencatat bahwa Ana C. Gómez-Ugarte, Irena Chen, bersama-sama dan rekan-rekannya mendasarkan perkiraan mereka pada data dari beberapa sumber publik, termasuk Kementerian Kesehatan Gaza (GMoH), Pusat Informasi Hak Asasi Manusia Israel di Wilayah Pendudukan (B’Tselem), Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Kelompok Antar-Lembaga PBB untuk Estimasi Kematian Anak (UN-IGME) dan Biro Pusat Statistik Palestina. (PCB).
"Tarik menarik antara keterbatasan data dan permintaan akan metrik yang berarti adalah pendorong penelitian ini. Kami menunjukkan bahwa tantangan-tantangan ini tidak harus saling eksklusif," kata Gómez-Ugarte.
“Tujuan kami adalah memperkirakan angka harapan hidup dan hilangnya angka harapan hidup yang disebabkan oleh konflik Gaza di Palestina dengan cara yang memperhitungkan data yang tidak lengkap atau jarang,” tambahnya.
Peneliti juga mencatat bahwa akibat kematian yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, angka harapan hidup di Gaza turun sebesar 44 persen pada 2023 dan sebesar 47 persen pada 2024 dibandingkan dengan kondisi tanpa perang. Angka ini setara dengan anjloknya angka harapan hidup masing-masing sebesar 34,4 dan 36,4 tahun.