REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perlawanan sengit antara Hamas dan Israel yang tak kunjung berakhir sejak 7 Oktober 2023, belum menunjukkan akan berakhir, tetapi upaya mewujudkan perundingan genjatan senjata terus dilakukan.
Teranyar, pekan ini, kantor Netanyahu mengatakan bahwa para perundingnya, telah menerima respons Hamas tentang kesepakatan prospektif yang akan memastikan pembebasan sandera dengan imbalan gencatan senjata di Gaza.
Kepala Intelijen Israel David Barnea bertolak ke Qatar pada Jumat untuk melanjutkan pembicaraan tidak langsung dengan Hamas. Kantor Netanyahu mengatakan negosiasi akan dilanjutkan minggu depan dan masih ada perbedaan pandangan di antara kedua belah pihak.
Reuters melaporkan, Hamas telah menerima usulan Amerika Serikat untuk memulai pembicaraan mengenai pembebasan sandera Israel, termasuk tentara dan pria, 16 hari setelah tahap pertama perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri perang Gaza.
Kelompok Islam tersebut telah membatalkan tuntutan agar Israel terlebih dahulu berkomitmen pada gencatan senjata permanen sebelum menandatangani perjanjian tersebut. Mereka akan mengizinkan negosiasi untuk mencapai hal tersebut selama enam pekan tahap pertama, kata sumber tersebut kepada Reuters tanpa menyebut nama karena pembicaraan tersebut bersifat pribadi.
Seorang pejabat Palestina yang dekat dengan upaya perdamaian yang dimediasi secara internasional mengatakan bahwa proposal tersebut dapat menghasilkan kesepakatan kerangka kerja jika diterima oleh Israel dan akan mengakhiri perang sembilan bulan antara Israel dan Hamas di Gaza.
Sebuah sumber di tim perundingan Israel, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya, mengatakan sekarang ada peluang nyata untuk mencapai kesepakatan. Hal ini sangat kontras dengan kejadian di masa lalu dalam perang sembilan bulan di Gaza, ketika Israel mengatakan persyaratan yang diberikan oleh Hamas tidak dapat diterima.
Juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak segera menanggapi permintaan komentar pada Sabtu, hari Sabat Yahudi. Pada Jumat, kantornya mengatakan pembicaraan akan dilanjutkan pekan depan dan menekankan bahwa kesenjangan antara kedua belah pihak masih ada.
Konflik tersebut telah merenggut nyawa lebih dari 38 ribu warga Palestina, menurut pejabat kesehatan Gaza, sejak Hamas menyerang kota-kota Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang, menurut angka resmi Israel.
Proposal baru tersebut memastikan bahwa mediator akan menjamin gencatan senjata sementara, pengiriman bantuan dan penarikan pasukan Israel selama pembicaraan tidak langsung terus melaksanakan tahap kedua perjanjian tersebut, kata sumber Hamas.
Upaya untuk mengamankan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza telah meningkat selama beberapa hari terakhir dengan adanya diplomasi antar-jemput yang aktif antara Washington, Israel dan Qatar, yang memimpin upaya mediasi dari Doha, tempat kepemimpinan Hamas di pengasingan bermarkas.
Sebuah sumber regional mengatakan pemerintah Amerika Serikat berusaha keras untuk mencapai kesepakatan sebelum pemilihan presiden pada November.
Netanyahu mengatakan pada hari Jumat bahwa kepala badan intelijen Israel Mossad telah kembali dari pertemuan awal dengan mediator di Qatar dan negosiasi akan dilanjutkan pekan depan.
Mansour Shouman, seorang warga Gaza yang pernah mengalami perang di Rafah dan Khan Younis, mengatakan kepada Al Jazeera dari Istanbul Turki bahwa “rakyat Palestina di dalam dan di luar Gaza merasa sedikit lebih optimis” mengenai perundingan gencatan senjata yang diadakan di Doha, Qatar.
“Sumber yang dekat dengan tim perundingan Palestina mengatakan kepada kami bahwa mereka menjadi lebih lunak pada beberapa poin yang menghambat kemajuan negosiasi,” katanya.
“Poin-poin tersebut antara lain pembebasan tentara Israel yang ditangkap pada 7 Oktober dengan imbalan gencatan senjata jangka panjang, penarikan pasukan Israel dari seluruh Gaza dan pembukaan semua perbatasan,” tambahnya.
Negosiasi tersebut...