REPUBLIKA.CO.ID, MERAUKE— Kepolisian Daerah (Polda) Papua memberikan perhatian khusus terkait unggahan poster dan tanda pagar (tagar) "All Eyes on Papua" yang viral di media sosial akhir-akhir ini.
"Ini menjadi perhatian serius, tadi saya juga sudah minta Dirkrimsus segera menurunkan tim ke lokasi, nanti bersama-sama dengan Kapolres Boven Digoel (Papua Selatan) dan Kapolres Mappi (Papua Selatan) untuk bisa melihat persoalan yang terjadi," kata Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D. Fakhiri memberikan keterangan di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Selasa (5/6/2024).
Kehadiran Fakhiri di Kabupaten Merauke terkait dengan kunjungan kerja Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin di kabupaten tersebut.
Adapun, unggahan poster "All Eyes on Papua" yang viral di media sosial Instagram terdapat narasi yang menyebutkan bahwa "hutan di Papua tepatnya di Boven Digoel yang luasnya 36 ribu hektare atau lebih dari separuh luas Jakarta akan dibangun perkebunan sawit".
Selanjutnya, "Pada 27 Mei 2024, masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya berdemo di depan Mahkamah Agung dan menolak pembabatan hutan ini karena hutan ini adalah hutan adat tempat mereka hidup secara turun temurun serta sumber penghidupan, pangan, budaya, dan sumber air akan hilang jika hutan ini dibangun perkebunan sawit".
Fakhiri mengharapkan nantinya ada titik temu antara masyarakat adat dengan perusahaan sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
"Tentunya mungkin perhatian khusus kita nanti yang di Boven Digoel. Saya berharap dalam minggu ini bisa kita selesaikan sehingga masyarakat bisa dapat jalan keluar dan mudah-mudahan ada titik temu antara masyarakat adat dengan perusahaan," ujar dia.
Lebih lanjut, ia juga meminta perusahaan yang berinvestasi di tanah Papua juga dapat mengakomodir kepentingan masyarakat adat setempat.
"Saya ingatkan kepada para perusahaan yang sedang bekerja di tanah Papua bahwa sangat penting itu memperhatikan bagaimana masyarakat lokal yang ada di situ karena setiap jengkal tanah yang ada di tanah Papua ini mempunyai tuannya," kata Fakhiri.
"Tidak ada salahnya kalau kita berinvestasi, kita juga mengajak serta masyarakat adat untuk duduk bicara sehingga hak-hak yang harus mereka dapat bisa kembali kepada mereka," lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin meminta alokasi anggaran di tanah Papua transparan dan akuntabel sehingga benar-benar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
"Kita ingin anggaran yang sudah diberikan, dialokasikan menjadi sesuatu. Jangan anggaran seperti selama ini, anggaran besar tetapi tidak ada wujudnya di dalam pembangunan," ucap Wapres saat acara "Tatap Muka dan Dialog Pemerintah dan Masyarakat Provinsi Papua Selatan" di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Selasa.
Wapres mengingatkan bahwa pengalokasian anggaran yang sesuai, yakni untuk keperluan masyarakat menjadi sebuah tantangan.
"Kita ingin sekarang ini ketika anggaran itu keluar, masuk ke sini, ke Papua, ada wujudnya, memang untuk kesejahteraan orang papua. ini yang tantangan kita sekarang begitu," ujarnya.
Dia pun menegaskan bahwa hal pertanggungjawaban anggaran melibatkan semua pihak, khususnya bagi jajaran Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).
"Pertanggungjawabannya, juga saya sebagai pengarah, Menteri Dalam Negeri, termasuk Pj. gubernur, dan bupati semua, ini harus betul-betul bahwa anggaran itu ada wujudnya," ujar Wapres.
Oleh karena itu, Wapres meminta agar semua pihak, mulai dari Pj. gubernur hingga para bupati mampu menunjukkan dengan jelas hasil dari anggaran yang telah dialokasikan. Menurutnya, jika anggaran otonomi khusus (otsus) sudah ditetapkan, maka hasilnya harus dapat dilihat oleh masyarakat.
"Jangan sampai anggaran itu kemudian dinyatakan bahwa sudah dianggarkan otsus sekian, tetapi wujudnya tidak ada," kata Wapres.