REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memutuskan tak berwenang mengadili gugatan perdata pendaftaran pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024. Alhasil, gugatan dengan nomor perkara: 752/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst itu kandas.
Mulanya, gugatan ini diajukan oleh PH Hariyanto, Firman Tendry Masengi, dan Azwar Furgudyama. PN Jakpus menyatakan tidak berwenang mengadili perbuatan melawan hukum (PMH) itu.
"Mengadili: Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara ini," begitu bunyi amar putusan dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus pada Senin (3/6/2024).
Perkara tersebut diperiksa dan diadili ketua majelis hakim Fahzal Hendri dengan hakim anggota Rianto Adam Pontoh dan Eko Aryanto. Adapun putusan ini diketok pada Senin (3/6/2024).
"Status putusan: pengadilan tidak berwenang," tulis amar putusannya.
Dalam gugatan ini, para penggugat PH Hariyanto, Firman Tendry Masengi, dan Azwar Furgudyama menggandeng Patra M Zen sebagai kuasa hukum.
Sedangkan tergugat yaitu KPU RI dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Adapun Presiden Joko Widodo dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menjadi pihak turut tergugat.
Dalam permohonannya, penggugat mendalilkan tergugat sudah melakukan PMH lantaran menerima proses pendaftaran pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Padahal, penggugat meyakini tergugat belum mengubah peraturan internal yang memuat syarat-syarat pencalonan presiden dan wakil presiden minimal berusia 40 tahun.
Walaupun MK telah memutuskan pasangan calon presiden boleh berumur di bawah 40 tahun asalkan pernah/sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk Pilkada.
Dalam petitumnya, penggugat meminta pengadilan menghukum KPU untuk menghentikan proses pencalonan Prabowo-Gibran karena menyalahi peraturan KPU yang berlaku. Para tergugat juga dituntut membayar ganti rugi materil Rp 10 miliar dan ganti rugi immateril Rp 1 triliun.