REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febrian Fachri, Bambang Noroyono
Dalam beberapa hari terakhir berembus isu penambahan kementerian di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dari 34 menjadi 40. Aturan penambahan kementerian termaktub dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam Bab IV UU Kementerian Negara, mengatur khusus tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian. Dalam Pasal 12 undang-undang tersebut, terdapat tiga kementerian yang wajib dibentuk dan tak boleh dibubarkan sebagai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Dalam Negeri.
Selanjutnya dalam Pasal 13 Ayat 2 UU Kementerian Negara, terdapat empat pertimbangan dalam membentuk kementerian. Keempatnya adalah efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.
"Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden dapat membentuk kementerian koordinasi," bunyi Pasal 14.
"Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34," bunyi Pasal 15 yang membuat isu penambahan kementerian era Prabowo-Gibran menjadi 40 tidak bisa terwujud.
Bagian Kedua Bab IV UU Kementerian Negara terkait pengubahan kementerian. Dalam Pasal 18, presiden dapat mengubah kementerian dengan mengacu pada Pasal 13.
Pengubahan dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah.
Pertimbangan lain untuk melakukan pengubahan berdasarkan kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.
Kemudian dalam Pasal 19 Ayat 1, pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR. Lalu di Pasal 19 Ayat 2, pertimbangan diberikan DPR paling lama tujuh hari kerja sejak surat presiden diterima.
"Apabila dalam waktu tujuh hari kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 Dewan Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimbangannya, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan," bunyi Pasal 19 Ayat 3 UU Kementerian Negara.
Selanjutnya dalam Bagian Ketiga Bab IV UU Kementerian Negara, presiden dapat membubarkan kementerian dengan meminta pertimbangan DPR. Namun untuk kementerian yang mengurusi agama, hukum, keuangan, dan keamanan haruslah disetujui oleh parlemen.