Kamis 25 Apr 2024 19:33 WIB

51 Ribu Warga Meninggal di Cirebon Masih Miliki NIK Aktif

Disdukcapil sedang melakukan pembaruan data dengan bukti penerbitan akta kematian.

Ilustrasi KTP Elektronik WNA
Foto: republika/kurnia fakhrini
Ilustrasi KTP Elektronik WNA

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terus memverifikasi 51 ribu NIK warga yang telah meninggal, tapi masih aktif. Pemkab segera memperbarui data pencatatan kematian penduduk di daerah itu karena berkaitan erat dengan layanan publik.

Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon Hilmi Rivai mengatakan, berdasarkan pendataan terdapat 51 ribu warga meninggal dunia, tetapi masih memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang aktif.

Baca Juga

Oleh sebab itu, katanya, proses verifikasi penting dilakukan agar NIK tersebut bisa dinonaktifkan sehingga menghasilkan data pencatatan kematian penduduk yang lebih valid.

“Ketika NIK itu masih hidup, maka ada kewajiban pemerintah memberikan layanan seperti di ranah kesehatan. Misalnya BPJS dengan angka-angka bantuan tertentu,” katanya, di Cirebon, Kamis (25/4/2024).

Hilmi memastikan saat ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Cirebon sedang melakukan pembaruan data itu dengan bukti penerbitan akta kematian. Ia pun mendorong masyarakat untuk mengurus pembuatan dokumen tersebut, apabila ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

“Ini bagi kami sangat prihatin, makanya data ini harus dikikis habis,” katanya.

Sementara itu, Kepala Disdukcapil Kabupaten Cirebon Iman Supriadi menyampaikan, sejak Januari-April 2024, data terkait pencatatan kematian itu berhasil dikurangi dan saat ini tersisa sekitar 40 ribu NIK.

Disdukcapil akan terus menyosialisasikan kepada masyarakat di Kabupaten Cirebon untuk segera membuat akta kematian bagi anggota keluarga yang sudah meninggal. Dengan begitu, katanya, layanan publik yang bersifat administrasi di Kabupaten Cirebon bisa berjalan lebih optimal.

Misalnya, masyarakat lainnya bisa diajukan untuk memperoleh layanan bantuan pada bidang kesehatan maupun sosial. “Memang masyarakat ini kadang-kadang enggan melaporkan. Karena tadi takut bantuannya akan hilang. Sebetulnya tidak, masih bisa dilakukan lagi pendaftaran. Hanya memang prosesnya yang lama kurang lebih tiga bulan. Jadi mereka enggan,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement