REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Riset The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024, bisa menjadi catatan perbaikan untuk penyelenggaraan Pemilu yang lebih baik di masa depan.
"Selain terkait dengan perselisihan hasil pemungutan suara, perselisihan suara dengan mendengarkan dari pembacaan dalil-dalil pemohon, terus juga dengan jawaban dari para hakim Mahkamah Konstitusi serta disenting opinion dari hakim MK, banyak catatan-catatan yang sebenarnya bisa menjadi perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia ke depan," kata Arfianto di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Arfianto mengatakan salah satu poin yang terpenting adalah soal badan-badan penyelenggara Pemilu, yakni tentang bagaimana independensi penyelenggara Pemilu diperkuat.
Para pihak harus memikirkan bagaimana desain penyelenggara Pemilu yang lebih efektif di masa depan, mulai dari proses penentuan anggota hingga komisioner dari penyelenggara Pemilu.
"Independensi penyelenggara pemilu harus diperkuat. Jangan sampai ada main mata sejak awal dari proses terpilihnya para komisioner maupun hingga ketua satu lembaga penyelenggara pemilu dengan pihak-pihak yang itu merupakan bagian dari yang nantinya akan berkontestasi, dalam hal ini partai politik," ujarnya.
Bukan tanpa alasan independensi badan penyelenggara Pemilu menjadi sorotan Arfianto. Menurutnya badan penyelenggara Pemilu yang independen dan anggota yang dipilih berdasarkan fit and proper test akan mengeliminasi potensi adanya tudingan bahwa lembaga penyelenggara Pemilu yang tidak adil atau tidak netral.
Pada Senin (22/4), Mahkamah Konstitusi memutus dua perkara sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Sidang pembacaan putusan dipimpin Ketua MK Suhartoyo.
Dalam amar putusannya, MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo. Menurut MK, permohonan kedua kubu tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Atas putusan itu, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Pada intinya, ketiga hakim konstitusi tersebut menyatakan seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.
Dalam petitumnya, Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Mereka juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Mereka juga meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.