Jumat 19 Apr 2024 02:55 WIB

Politik Tengah Jadi Alasan Kemenangan Prabowo dan Peningkatan Suara Partai Golkar

Dimas Oky membeberkan mengapa Golkar, bukan Gerindra yang mendapat coattail effect.

Direktur Eksekutif Akar Rumpu Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho.
Foto: Republika.co.id
Direktur Eksekutif Akar Rumpu Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat yang lebih memilih narasi tengah dinilai menjadi alasan atas kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024. Hal itu dibarengi kenaikan suara Partai Golkar yang signifikan pada Pileg 2024.

Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho menyatakan, terlepas dari berbagai kontroversi yang terjadi, hasil Pemilu 2024 menunjukkan, perilaku politik masyarakat hari ini lebih banyak memilih politik tengah atau konsensual politik sebagai jalan politik terbaik untuk Indonesia.

Baca: Menhan Prabowo Ditelepon Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, Ada Apa?

"Saya melihat publik telah merasakan political fatigue, perasaan lelah dan jenuh melihat konflik atau kegaduhan politik. Sehingga yang terjadi ada keinginan publik untuk berada di posisi tengah dan mendukung jalan tengah, narasi tengah.," ucap Dimas lewat akun Instagram 'Catatan DON' dikutip di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

"Jadi tidak terlibat dalam berbagai paradigma politik yang konfliktual, tidak terlalu kanan ataupun kiri, jadi mereka memilih jalan politik tengah, yang sifatnya konsensual," kata Dimas menambahkan.

Dalam konteks tersebut, Dimas menilai, sosok Prabowo dan Golkar menjadi dua entitas politik yang paling diuntungkan sebagai figur dan partai tengah. Di satu sisi, kata Dimas, Golkar berhasil menawarkan jalan tengah atas kejenuhan masyarakat terhadap model politik yang cenderung eksklusif dan terkesan arogan.

Baca: Hadiri Ulang Tahun ke-65 Titiek Soeharto, Prabowo Dapat Cipika-Cipiki

Hal itu dimainkan oleh kubu-kubu politik yang dominan. "Jalan tengah ini sesungguhnya adalah platform politik konsensual yang ditawarkan oleh partai tengah atau biasa disebut central pivotal party. Di Indonesia yang punya karakteristik seperti itu secara historis dan teknokratis ya domainnya Partai Golkar," kata Dimas.

Di sisi lain, menurut Dimas, Prabowo juga berhasil memposisikan diri sebagai figur yang berada di sentrum yang dipersepsikan mampu menengahi berbagai kegaduhan politik, Misalnya, antara Jokowi dengan Megawati di domain nasionalis, sekaligus di domainnya kalangan politik berbasis identitas.

"Nah di sini ketemu puzzle-nya, mengapa kemudian terjadi peningkatan suara yang cukup signifikan terhadap Partai Golkar dan kemenangan besar bagi Prabowo. Kenapa Golkar dan bukan Gerindra? Golkar dengan kepemimpinan Airlangga Hartarto mampu memposisikan diri selama lima tahun terakhir pemerintahan Jokowi sebagai partai tengah teknokratik," ucap Dimas.

Apalagi publik membaca variabel karakteristik Prabowo yang berada di atas semua golongan, hal itu sejalan dengan karakteristik politik yang dicitrakan oleh Golkar sebagai partai tengah. Bukan kebetulan juga kalau Prabowo sendiri adalah alumni Partai Golkar.

"Hal ini juga menjadi jawaban mengapa Gerindra tidak mendapatkan advantage yang besar ketika Prabowo adalah capres yang menangnya luar biasa, justru Partai Golkar yang mendapat coattail effect," ucap Dimas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement