REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Tentara Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali merilis nasib dan keadaan penerbang maskapai Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens yang disandera. Namun dalam perilisan kali ini, OPM, melalui pilot asal Selandia Baru itu menyampaikan permintaan, dan ancaman terhadap pemerintahan di Jakarta, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Perilisan tersebut respons dari kelompok separatis bersenjata tersebut atas situasi peperangan dengan TNI-Polri yang semakin masif di sejumlah wilayah di Papua baru-baru ini.
Perilisan nasib Kapten Philip yang disandera sejak awal tahun lalu ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-OPM Sebby Sambom, Sabtu (13/4/2024). Kepada Republika, Sebby mengirimkan sejumlah foto dan dokumentasi video yang merekam kondisi dan keadaan Kapten Philip yang sampai kini masih dalam penyanderaan kelompok separatis bersenjata Egianus Kogoya di wilayah Nduga dan Papua Pegunungan. Dalam video tersebut, melalui Kapten Philip meminta TNI agar melakukan peperangan dengan cara-cara yang seimbang.
Kapten Philip mengatakan, adanya permintaan dari OPM, pun juga masyarakat asli Papua di wilayah-wilayah zona peperangan kepada TNI, untuk tak menggunakan alat-alat pertempuran berat. “Di daerah sini TNI pakai pesawat pemburu, dan lepas bom yang besar. Orang-orang di sini, minta tolong jangan pakai pesawat pemburu, jangan pakai bom. Jangan begitu, tolong berhenti,” begitu kata Kapten Philip. Pilot 38 tahun itu, menyampaikan penggunaan pesawat pemburu, dan bom bukan cuma menyasar kelompok bersenjata OPM.
Namun juga, kata Kapten Philip, pesawat-pesawat pemburu, dan bom-bom dari TNI tersebut juga mengancam masyarakat biasa. “TNI lepas bom pada malam hari, sampai dengan pagi hari masih gelap. Semua tanah habis,” begitu kata Kapten Philip. Penggunaan pesawat pemburu, dan bom dari TNI, kata Kapten Philip, pun membuat dirinya tak aman dan serangan peluru, maupun bom. Karena itu, kelompok bersenjata OPM tak lagi menempatkan Kapten Philip di suatu tempat yang jauh dari zona peperangan. Sejak Rabu (9/4/2024), Kapten Philip menyampaikan dirinya turut dibawa bersama tentara OPM ke tempat-tempat yang turut menjadi titik-titik sasaran pesawat pemburu, dan bom dari TNI.
“Waktu dulu saya di tempat yang aman. Tetapi TNI lepas bom, dan pesawat pemburu di mana-mana tentara Papua mengambil saya lagi putar-putar. Sudah tidak aman untuk saya,” begitu sambung Kapten Philip. Dia pun meminta agar negara-negara tetangga, termasuk Selandia Baru dan Australia dapat mendesak pemerintahan di Jakarta, untuk memerintahkan TNI, maupun Polri tak menggunakan peralatan tempur berat menghadapi separatis OPM. “Negara-negara luar, tolong bantu bicara dengan Indonesia untuk jangan pakai bom,” ujar Kapten Philip.
Dalam siaran pers tertulis, Sebby, pun menyampaikan pernyataan resmi Egianus Kogoya yang merupakan pemimpin pasukan Papua Merdeka di wilayah Nduga, dan Papua Pegunungan. Egianus Kogoya bersama kelompoknya, sejak Februari 2023, sampai saat ini, berkuasa penuh atas penyanderaan Kapten Philip. Dalam pernyataannya, Egianus menegaskan zona perang dengan TNI-Polri mengacu pada peta perang OPM sejak 2017 lalu. Yaitu di jalan lintas Trans Wamena-Nduga sampai dengan Mumugu di Batas Batu.
Namun kata Egianus, militer Indonesia melanggar zona perang tersebut dengan melepaskan serangan-serangan menggunakan pesawat pemburu, dan melepas bom ke daerah-daerah lain yang dihuni masyarakat biasa, serta pengungsian. “Kami sudah sampaikan daerah Kwiyawagi sampai Geselema, Yuguru, dan sekitarnya adalah daerah masyarakat dan pengungsian. TNI-Polri menyerang dengan menurunkan bom bazoka, mortir yang melepaskan tanpa memastikan baik antara kami TPNPB-OPM dan warga sipil. Indonesia setop menggunakan pengeboman dengan helikopter dan pesawat tanpa awak. Karena tindakan yang dilakukan TNI-Polri terhadap kami sangat tidak seimbang,” begitu kata Egianus.