REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menyatakan, pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres sah. Sebab, pencalonan Gibran berlandaskan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90, meski KPU terlambat mengubah Peraturan KPU (PKPU) terkait syarat calon.
"Kalau dibilang KPU belum bikin PKPU, terus pendaftaran Pak Gibran atau pasangan Prabowo-Gibran itu tidak sah, banyak sekali yang tidak sah di republik ini, Pak. Banyak sekali," kata Margarito yang berbicara sebagai ahli pihak Prabowo-Gibran di sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung MK, Kamis (4/4/2024).
Sebagai gambaran, Putusan MK Nomor 90 diketahui mengubah syarat batas usia minimum capres-cawapres sehingga seseorang yang belum berusia 40 tahun asalkan pernah/sedang menjadi kepala daerah boleh menjadi capres-cawapres. Putusan itu membukakan jalan untuk Gibran Rakabuming Raka (36 tahun) menjadi cawapres pendamping Prabowo.
KPU menerima pendaftaran Prabowo-Gibran berlandaskan putusan tersebut pada 25 Oktober 2023. Namun, KPU baru merevisi Peraturan KPU (PKPU) terkait syarat pendaftaran calon agar sesuai dengan putusan MK pada 3 November 2024. Karena itu, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mendalilkan bahwa pencalonan Gibran tidak sah sehingga Prabowo-Gibran harus didiskualifikasi.
Margarito menyatakan, aturan batas usia dalam PKPU dibuat berlandaskan pada Pasal 169 UU Pemilu. Adapun Putusan MK Nomor 90 mengubah ketentuan batas usia dalam Pasal 169 itu. "Kalau dasar hukumnya berubah, hukumnya (juga) berubah. Pendaftarannya sah," ujarnya.
Sejalan dengan itu, Margarito berpendapat bahwa MK tidak bisa mendiskualifikasi Prabowo-Gibran. Sebab, MK tidak punya dasar menyatakan pencalonan Gibran tidak memenuhi syarat.
Lebih dari itu, Margarito mempertanyakan mengapa pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak pernah menggugat pencalonan Gibran sejak masa pendaftaran hingga hari pemungutan suara. Setelah dinyatakan kalah dalam Pilpres 2024, barulah Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menggugat pencalonan Gibran ke MK.
"Kenapa tidak disengketakan? Sudah kalah, baru ribut, kan nggak fair," ujarnya.